Mereka adalah kakak beradik, Lydia yang sulung dan si kembar Peggy dan Patty Hartanto. Rupanya keakraban tiga bersaudara ini tidak hanya terjadi dalam keluarga, namun juga dalam hal bisnis. Bila nama Peggy Hartanto sudah akrab di telinga masyarakat sebagai label fesyen yang cukup disegani, itu juga adalah berkat seorang Lydia yang bertugas sebagai Managing Director dan Petty, Art Director yang bertugas untuk memperkuat akar label tersebut di pasaran melalui brand visualization.

Didirikan pada 2012, label Peggy Hartanto kini sudah melanglang buana, tidak hanya di Asia dan Australia, bahkan sampai ke Benua Eropa dan Amerika.
Peggy sudah menggemari fesyen dari kecil. Beruntung keluarganya, terutama kedua orang tua Peggy, melihat talenta sang anak dan terus memberi dukungan. Minat Peggy kemudian diseriuskan hingga menimba ilmu di Raffles College of Design and Commerce di Sydney. Peggy sendiri tidak serta merta berangkat sekolah ke Negeri Kangguru tanpa tujuan pasti. Ia berani janji pada kedua orang tuanya. “Kalau ada 1 subject yang fail, Peggy langsung dipulangin aja,” ceritanya kepada Buset ketika ditemui di private viewing karyanya di Hotel Sofitel Melbourne. Benar saja, Peggy dan Petty lulus sebagai murid terbaik Raffles untuk jurusan Fashion Design dan Graphic Design.

Kunjungan mereka ke Melbourne di awal tahun 2019 kemarin tak lain adalah karena mengikuti peragaan busana di Virgin Australia Melbourne Fashion Festival (VAMFF). Ini adalah tahun ketiga label Peggy Hartanto berjalan di cat walk ajang bergengsi tersebut. Sebelumnya, Peggy juga sempat diundang ke Melbourne sebagai pemenang kompetisi yang diadakan Australian Indonesian Centre empat tahun silam.
Pada 2013 Peggy mendapatkan tawaran dari sekolahnya untuk mengikuti Jakarta Fashion Week 2013. Dengan gesit, kesempatan tersebut dipakai ketiga wanita hebat ini untuk sekaligus meluncurkan label Peggy Hartanto lengkap dengan strategi pemasaran, perkenalan merk, dan proses produksi yang matang. Kesuksesan mereka pun sekarang terbukti dengan banyaknya permintaan konsumen dari mancanegara.
Tiga saudara asal Surabaya yang sama-sama menempuh sekolah menengah di Frateran ini melakukan setiap proses produksi Peggy Hartanto dengan sangat cermat. Pemilihan material pun mereka lakukan sendiri. “Kita sourcing dari Indonesia, Jepang, dan China,” ujar Peggy sambil menjelaskan proses produksi satu musim yang memakan waktu dari tiga hingga enam bulan.

Jika bicara mengenai sumber inspirasi, kisah Peggy bisa dibilang sangat unik. “Tahun 2019 ini banyak menggunakan colour blocking dan easy silhouette… lebih rileks,” katanya. “I always get inspiration from science.” Contohnya untuk koleksi terbaru yang dipamerkan di VAMFF kemarin, siapa yang sangka jika Peggy terinspirasi dari fosil atau peninggalan purba.
Ditanya lebih jauh, Peggy menjelaskan jika karyanya tersebut diambil dari jaman dinosaurus. Ia pun mengambil koleksi baju berwarna biru seraya menunjukkan tekstur dan motif yang menguntai, menimbulkan kesan organik yang elegan.

Saat ini, koleksi Peggy Hartanto dapat dimiliki lewat transaksi online dari situs resminya; peggyhartanto.com. Setelah Indonesia, mayoritas konsumennya berasal dari Timur Tengah. “Kita showing secara regular setiap season di Paris. Kebetulan style dress ini diminati oleh negara-negara di Timur Tengah,” paparnya.
Bila berada di Tanah Air, kita dapat menjumpainya di Galeries LaFayette dan Ara, Jakarta. Dan masih banyak lagi tempat lainnya yang tersebar di mancanegara. Lydia mengatakan jika tahun ini mereka berencana untuk membuka flagship store di Surabaya dan stockist di Melbourne.

Sebelum menutup perbincangan sore itu, ketiga buah hati dari pasangan Harianto Hartanto dan Tamianti Sujoto ini berniat untuk merambah ke gaun pengantin, terutama untuk pengapit seiring dengan banyaknya permintaan untuk merancang busana bridesmaids.







Foto fashion show: Marcel Gunawan