Proses panjang sebelum upacara bendera pada tanggal 17 Agustus 2018 kemarin tidak luput dari kesan-kesan dan cerita menarik Pasukan Pengibar Bendera. Tim Buset berkesempatan untuk mengobrol sedikit dengan Hanyda Hirzy (23), Ferry Fadli (27), dan Ravida Husaini Mahmuda (18) yang merupakan pionir, pembentang, dan pengerek bendera pada upacara di KJRI dan Federation Square tahun ini. Yuk, kita dengar cerita pengalaman mereka!
Buset Magazine (BM): Pertama-tama, kalian di Melbourne untuk alasan kuliah atau ada hal lain?
Hanyda Hirzy (HH): Aku disini kerja di bidang edukasi, tapi sekarang sudah mau pulangfor good. Aku dulu kuliah di Indonesia.
Ferry Fadli (FF): Aku kuliah di Melbourne University di School of Business and Economicsjurusan InternationalBusiness, sekarang sudah tahun kedua.
Ravida H. M.(RHM): Saya diploma jurusan bisnis di Monash University, masih masuk ke tahunpertama.

BM: Kalian berasal dari mana saja?
HH: Aku dari Jakarta.
FF: Kalimantan Timur.
RHM: Saya dari Kalimantan Tengah.
BM: Apakah ini pengalaman pertama sebagai Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra)?
HH: Iya, ini pengalaman pertama.
FF: Sama, pengalaman pertama.
RHM: Pengalaman pertama.
BM: Apa yang membuat kalian tertarik untuk jadi Paskibra?
HH: Sebenarnya dari dulu memang ingin ikutan Paskibra, cuma belum pernah kesampaian. Terus pas kesini, aku langsung daftar saja.
FF: Sama, di Indonesia, tuh, setiap 17 Agustus selalu nontonupacara bendera, dan pas studi disini awalnya belum tahu ada Paskibra, sampaidengar ada info tentang kesempatan ini, aku pikir kenapa tidak dicoba.
RHM: Kalau saya pribadi, Paskibra itu selalu mengundang saya untuk lebih menghargai negara dan menghargai merah putih juga. Saya sendiri juga setiap kali nonton pengibaran bendera di Istana Negara selalu ingin jadi salah satu pasukannya, jadi saya terinspirasi dari situ.

BM: Terpilih di Paskibra dengan peran yang bisa dibilang paling penting, bagaimanarasanya?
HH: Gimanaya, aku merasapunya tanggung jawab yang besar banget, karena yang kami bawa adalahbendera merah putih yang kita hormati sebagai rakyat Indonesia. Ini adalah suatu kehormatan tersendiri bisa jadi bagian yang paling penting dalam pengibaran bendera 17 Agustus.
FF: Sama sih, waktu dipilih jadi pengibar, aku pikir, wah ini tantangan besar dan mengingatkan juga kalau sebagai pengibar bendera merah putih itu juga merupakan jalan untuk berkontribusi baginegara.
RHM: Pengibar di paskibra ini termasuk posisi paling penting dengan tanggung jawab paling besar. Tentu ada rasa gugup,apalagi dengan tanggung jawab yang besar, jadi harus dilaksanakan dengan benar.
BM: Ceritakan sedikit dong, perjalanan mulai dari seleksi hingga latihan untuk mempersiapkan acara upacara pengibaran bendera tahun ini.
HH: Awalnya kami tidak tahu paskibra itu latihannya akan seperti apa. Kami harus membiasakan diri darimulai mendengarkan instruksi komandan sampai bagaimana melakukan sikap sempurna. Di sini kami benar-benar dilatih untuk disiplin dan berkomitmen. Selain itu, kesiapan badan juga penting, apalagi setelah lolos seleksi. Pelajaran terpentingnya bagi saya adalah harus belajar saling berkomunikasi tanpa bahasa bersama 11 rekan lainnya. Ini benar-benar butuh latihan dan chemistry dan rasa saling sayang.
FF: Disini aku memaknai artinya sebuah proses. Dari awal seleksi, sampai terpilih menjadi 12, mulai dari awalnya tidak bisa, sampai kamibelajar bukan hanya skill Paskibra tapi juga perubahan perilaku kami sendiri, seperti kedisiplinan dan ketahanan banting terhadap komando atau tantangan fisik selama empat bulan ini.
RHM: Kurang lebih perjuangannya sama kayak yang lain, karena kamidisini satu perjuangan dan satu tujuan juga. Jadi selama perjalanan itu, dan sampai disini, saya pribadi dan mungkin satu pasukan merasa sangat bangga dan bersyukur.

BM: Adakah pengalaman yang palingberkesan selama jadi Paskibra?
HH: Yang paling memorable dan lucu buat aku itu adalah pas hormat kanan. Jadi pelatih kamibilang bahwa hormat kanan itu ditujukan untuk menghormati lapangan dan peserta upacara. Suatu hari, kamilagi latihan dan sedang tidakmenghadap kesana (lapangan), jadi kalau hormat kanan seharusnya melihat ke batu-batu gitu, tapi salah satu dari kamiada yang salah hormatnya malah ke lapangan, jadi saat yang lain hormat kanan, dia malah hormat kiri.
FF: Yang paling memorable itu saat kamiharus belajar profesionalitas lalu teman kamiada yang ngelucu, nah menahan untuk ketawanya itu susah banget. Jadi setelah dibubarkan baru deh bisa cerita-cerita kejadian lucu tadi.
RHM: Memori yang berkesanitu banyak banget sih sebenarnya, mulai dari pelantikan, pengukuhan, sampai latihan-latihan. Setiap latihandan ada hal yang harus diperbaiki pasti saya ingat terus. Tapi satu hal yang membuat saya sedih adalah ketika salah satu dari teman kami kena musibah jatuh dan cidera sehingga tidak bisa melanjutkan menjadi pasukan.
BM: Pertanyaan terakhir nih, apa harapan kamu untuk ulang tahun Republik Indonesia yang ke-73 ini?
HH: Indonesia semoga lebih baik, lebih solid, jangan terpecah karena kan kita sudah merdeka. Seperti yang Soekarno bilang, perjuangan di zaman beliauitu lebih mudah karena kita melawan penjajah, sedangkan kita sekarang harus melawan bangsa kita sendiri.
FF: Harapannya adalah seperti yang kita lakukan sekarang, anak muda Indonesia dari berbagai macam suku dan daerah yang awalnya nggak kenal jadi kenal. Jadi, harapannya di Indonesia juga sepertiitu, komunitas-komunitas negaranya harus diperkuatlagi agar remaja-remaja Indonesia lebih bersatu untuk berbuat sesuatu bagi bangsa.
RHM: Menurut saya apapun yang terjadi, entah itu musibah atau pecah belah, saya berharap kita tetap bisa bersatu dan tetap berjuang untuk maju, dan tetap merdeka.
Hanyda Hirzy, Ferry Fadli, dan Ravida Husaini Mahmuda bersama sembilan pasukan lainnya mengibarkan Bendera Merah Putih di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Melbourne dan Federation Square di Melbourne CBD pada 17 Agustus 2018 lalu dengan sukses.Terima kasih para Pasukan Pengibar Bendera!
Asa