Gelar kehormatan baru saja diberikan kepada Clarice Campbell yang menjabat sebagai Presiden Australia-Indonesia Youth Association (AIYA) National baru hingga tahun 2021.
AIYA adalah organisasi non-profit anak muda yang bertujuan untuk menghubungkan Australia dan Indonesia serta membuka ruang kerjasama di antara kedua negara.

Sebelumnya, perempuan berusia 24 tahun ini sudah lima tahun berkecimpung di AIYA Victoria dan menorehkan segudang prestasi. Salah satu pencapaian yang paling ia banggakan adalah meningkatkan jumlah anggota sewaktu menjabat sebagai ketua AIYA Victoria di tahun 2015-2016.
“Awalnya AIYA Victoria waktu itu memiliki kurang dari 30 orang dan usai masa kepemimpinan saya, hampir ada 90 orang. Memang misi saya waktu itu adalah untuk menaikkan angka keanggotaan kami.”
Kesuksesan tersebut tidak menjadi titik akhir perjuangan Clarice dalam memajukan AIYA. Ketika bergabung dengan AIYA National sebagai Operations Officer (Indonesia) dan Director of Operations di tahun 2016, ia berhasil meningkatkan jumlah acara dari 100 menjadi 300 buah.
“Langkah selanjutnya adalah bukan untuk meningkatkan angka acara atau anggota, tapi adalah untuk menciptakan ide-ide menarik yang dapat menyatukan komite dan anggota dalam mengukir masa depan AIYA.”
Sebagai presiden baru menggantikan Nicholas Mark yang sudah menjabat selama empat tahun, Clarice bertekad untuk mempertahankan prestasi lama serta menjangkau orang-orang baru dan menginspirasi mereka untuk berpikir bahwa Australia dan Indonesia memiliki potensi kerjasama yang besar.
Dari bangku SMA hingga kursi di kantor Indonesia
Kecintaan Clarice tidak akan ada hari ini seandainya ia tidak mempelajari Bahasa Indonesia semasa duduk di bangku SMA 12 tahun yang lalu. Ilmu dasar Bahasa Indonesia dari Williamstown High School pun terus ia kembangkan di Monash University.

Keputusannya untuk mempelajari Bahasa Indonesia serta kebudayaan Indonesia semakin bulat usai tinggal di Malaysia untuk tinggal bersama sebuah keluarga dari Bandung dan Palembang dan bersekolah di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur.
Selain Bahasa Indonesia, Clarice pun sebenarnya pernah melirik bahasa lain yang diajarkan di sekolahnya seperti Mandarin, Italia, Jerman, dan Jepang. Ia mengatakan dirinya selalu terbuka untuk mempelajari kebudayaan negara lain.
“Bahasa Indonesia memang selalu menjadi favorit saya. Itulah kenapa saya terus mempelajarinya. Saya selalu terbuka pada budaya lain dan mau keliling dunia untuk belajar.”
Kini, Clarice tinggal di Indonesia. Selama tiga tahun, ia sudah berpindah-pindah provinsi dari Bengkulu, Bandung dan Yogyakarta, Bali dan Banten sebelum akhirnya bekerja di kantor Perdagangan dan Investasi Pemerintah Victoria di Jakarta.
“Di Bengkulu saya mengikuti program Australia-Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP), di Bandung saya mengambil program belajar, dan di Bali dan Banten saya magang. Di provinsi lainnya aktivitas yang saya lakukan adalah jalan-jalan!”
Senang berteman dengan orang Indonesia
Hidup di Indonesia sudah bagaikan mimpi bagi anak pertama dari tiga bersaudara ini.
“Pencapaian yang membanggakan di hidup saya adalah kesempatan bekerja dan tinggal di Indonesia. Meski peraturan di Indonesia membuat warga asing susah menetap, saya cukup beruntung bisa punya pekerjaan yang membuat saya bisa menetap.”

Uniknya, bagian terfavorit dari wanita penyuka nasi padang tersebut dari Indonesia bukanlah makanan, melainkan orang-orangnya.
“Orang Indonesia itu sangat ramah dan selalu menyambut dengan hangat. Inilah yang membuat orang-orang ingin kembali terus ke Indonesia.”
Melalui pengalamannya berhubungan dengan Indonesia, wanita yang suka baca buku “Bumi Manusia” karangan Pramoedya Ananta Toer ini bersyukur karena bisa dikaruniakan banyak teman dari Indonesia.
Nasa