Lahirnya Chainshopper
Baik Roderich maupun Gede pernah menggagas banyak start up IT kepada banyak orang. Dari sebuah bisnis aplikasi fashion, web development, dan banyak lagi. Sayangnya, semua tidak terwujudkan.

“Kebanyakan dari bisnis partner saya memiliki antusias yang begitu besar dalam membuat suatu bisnis start up. Tetapi, saya berpikir bahwa mereka hanya berpikir pekerjaan yang mereka lakukan adalah hanya membentuk sebuah aplikasi yang langsung kita jual di application store. Padahal dalam segala bisnis membutuhkan yang apa yang kita sebut sebagai marketing research yang mencakup begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi bisnis kita,” jelas Gede.
Roderich menambahkan bahwa ‘menggodok’ rencana bisnis adalah proses yang paling berat dan rumit dalam merancang suatu bisnis. Penciptaan produk atau servis dalam konteks bisnis IT menurut mereka bukanlah sebuah masalah yang besar.
Gede telah lama berencana untuk menciptakan sebuah pelayanan transportasi barang seperti GO-JEK. Suatu hari, Gede dan Roderich dipertemukan oleh Wendy yang tengah bekerja untuk membantu ide start up Gede. Setelah diceritakan Wendy mengenai projek yang sedang ia kembangkan, Roderich tertarik untuk ikut membantu. Dengan usaha ‘comblangan’ Wendy, partner bisnis yang terpaut usia lima tahun ini pun melahirkan Chainshopper.
Roderich Hartono
Roderich adalah seorang pria baya yang telah lama jatuh hati pada dunia Information Technology atau IT. Sejak dahulu ibunya bercerita bagaimana Roderich sangat terobsesi dengan hal-hal robotik yang ia akui tidak banyak ia ingat karena terjadi ketika ia masih begitu muda. Ia juga mengungkit bahwa gairahnya terhadap IT berawal dari cintanya terhadap pelajaran-pelajaran Matematika dan yang menantang logika.
Mengambil jurusan IPA, ia melanjutkan pendidikannya dalam bidang IT di Universitas Pelita Harapan. ‘Rod’ mengakui bahwa pada awalnya ia berencana untuk mengambil bidang robotik.

“Tetapi pada zaman saya kuliah robotik adalah sebuah materi pelajaran yang termasuk non-existent,” jelas Rod.
Lelaki kelahiran Semarang ini akhirnya beranjak mendaftarkan diri untuk menjalani banyak tes minat bakat. Hasil dari eksperimen itu tidak mengejutkan Roderich yang menjelaskan kecocokannya akan pekerjaan-pekerjaan yang berbasis logika seperti IT. Maka itulah ia merasa lebih terdorong untuk menekuni IT. Setelah dua tahun di Universitas Pelita Harapan, ia ditawari program untuk melanjuti tahun ketiga dan empatnya di University of Ballarat.
“Jujur pada saat itu nekat untuk ikut program itu karena seperti banyak orang kita lebih terkespos dengan eksistensi universitas-universitas terkenal seperti Monash University atau RMIT. Saya juga pikir bahwa tidak ada salahnya untuk menambah pengalaman dan koneksi di luar Indonesia,” jelasnya.
Alumni SMA Karang Turi tersebut tidak pernah menyesali pilihannya. Selama ia bersekolah di University of Ballarat ia mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan dosen-dosen yang bekerja di salah satu perusahaan kelas dunia dalam bidang IT yang ia begitu idolakan, IBN.
Gede Pratama
Pemuda asal bali ini telah bertempat di Australia selama sekitar tujuh tahun. Pada awal mulanya, sebagai seseorang yang begitu mementingkan pendidikan, membuatnya menjarakkan diri dari ajang-ajang sosialisasi. Tetapi, untuk menutup semua waktu luangnya, ia selalu mengikuti ayahnya kemana pun ia berbisnis. Dari business trip hingga meeting dengan banyak klien, Gede selalu hadir menemani sang ayah.

Sejak kecil ia selalu dalam bimbingan ayahnya untuk tumbuh menjadi pria yang hebat. Ia bercita-cita untuk menjadi seorang pilot, yang kemudian tidak disetujui oleh ayahnya. Gede pun mengeksplorasi diri dan menemukan jati dirinya pada dunia teknologi. Ia telah lama menggemari perkembangan teknologi yang kian ia temui beranjak dewasa.
“Saya selalu menggemari majalah-majalah teknologi yang membicarakan banyak teknologi baru yang hadir setiap zaman,” akunya.
Tidak hanya gemar mengusik informasi up to date mengenai teknologi, tetapi pria yang dikenal para Melbournian sebagai ‘Jidi’ ini sangat suka mengutak-atik alat-alat digital yang ia miliki. Hal ini sudah menjadi ciri khasnya tidak hanya di rumah tetapi di sekolah. Kerap kali ia membantu teman-temannya akan hal-hal berbau teknologi seperti memasang fitur internet pada hp Nokia mereka. Lingkungan Gede pun membentuknya untuk menjadi ‘anak IT’.
Singkat cerita, alumni SMA Negeri 4 Denpasar ini menerima undangan dari ITB bahkan universitas di Eropa. Tetapi ia pun memilih untuk menempuh pendidikan tingginya di RMIT dalam bidang Business Information System. Keputusan ini ia ambil didasari oleh pengalaman pertukaran pelajarannya di Melbourne. Selama program yang berlangsung satu bulan lamanya itu, ia menemukan kenyamanan di Melbourne hingga sekarang ia menempuh pendidikan tingkat Masters.
Entrepreneurs Muda
Tidak salah bahwa keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama seorang anak. Rutinitas orang tua dan lingkungan rumah berpengaruh besar dalam membentuk kepribadian anak-anak. Roderich dan Gede adalah buktinya!
Keduanya tinggal di dalam lingkup keluarga yang berprofesi dalam bidang bisnis. Masing-masing orang tua telah menanam bibit pelajaran agar anaknya untuk bekecimpung dalam dunia bisnis.

Sejak mudah Roderich telah diajarkan oleh orang tuanya untuk merintis bisnisnya sendiri. Tetapi dalam penerapan berbisnisnya, Roderich sangat mengidolakan filosofi bisnis Bill Gates.
Ia ingin menciptakan sebuah bisnis berprofit besar dimana buah yang dihasilkan tidak ia nikmati untuk kefoyaan sendiri, tetapi untuk ia bagikan kepada yang membutuhkan. Ia merasa bahwa selama hidupnya ia telah mengambil banyak dari lingkungan manapun yang ia tinggal. Dengan ini, ia beraspirasi untuk berbagi hasil dari jerih payahnya kepada dunia – membuat sebuah foundation yang memberikan banyak sumbangan kepada panti asuhan, kepada komunitas minoritas, dan lain sebagainya. Sebelum ia merentangkan sayapnya dan hidup dari hasil karya-karyanya sendiri, ia bekerja full-time untuk banyak perusahaan.
“Saat mengembangkan bisnisku sendiri aku masih secara parallel bertahan hidup dengan pendapatan stabil dengan bekerja di suatu perusahaan. Selepas dari pekerjaan tetapku memang susah, karena dari yang secara regular mendapatkan penghasilan kepada segala kondisi tidak tentu dari bisnismu sendiri,” aku Rod.
Gede tidak menyangkal betapa ia mengagumi ayahnya dan segala pekerjaan yang ayahnya lakukan. Tetapi, ia mengakui bahwa ia tidak ingin meneruskan apa yang telah dirintis oleh bintang idolanya itu dan menciptakan sebuah bisnis dimana ia bisa pimpin sendiri. Mengikuti apa yang ayahnya telah lama lakukan, ia bekerja di RMIT sambil mengurusi Chainshopper secara parallel.
“Dalam setiap pekerjaan saya selalu diajarkan untuk menciptakan suatu nilai yang tak tergantikan hingga merekalah yang membutuhkanmu, bukan kamu yang membutuhkan pekerjaanmu. Itulah, yang mendorongku untuk mencurahkan segalanya pada pekerjaan apa pun yang aku jalani. Pada saat ini aku masih tidak bisa melepaskan RMIT demi menjaga stabilitas keuangan juga karena betapa besarnya RMIT membutuhkanku. Tetapi, ketika semua sudah siap aku pun akan melepas pekerjaan ini dan memfokuskan diri pada Chainshopper,” ujar Gede.
Kecanduan Teknologi
Sebagai salah satu dari banyak orang yang melalui pekerjaan mereka meningkatkan kenyamanan orang dengan teknologi, penyakit kecanduan teknologi saat ini adalah masalah yang sering muncul.
Otomatisasi dan teknologi mekanik mengurangi kebutuhan kita untuk bergerak atau bekerja sebanyak mungkin dalam hal komunikasi, transportasi, dan banyak pekerjaan harian lainnya. Banyak artikel tentang bagaimana budaya digital akan menciptakan ketergantungan yang adiktif kepada masyarakat global.
Merespon hal ini, Gede dan Roderich menjelaskan bahwa teknologi hadir untuk membantu para pengguna. Tetapi bagaimana orang-orang menggunakannya atau mengambil manfaat dari semua kenyamanan itulah yang membentuk perilaku mereka terhadap teknologi.
“Segala sesuatu ada limitnya. Kita sebagai manusia modern harus bisa memiliki pengertian lebih akan self-control dan memberikan contoh tidak hanya kepada sesama tetapi kepada generasi muda. Tidak hanya itu, saya juga berharap bahwa pemerintah dapat berkontribusi juga dalam menciptakan sebuah limitasi bagi penduduk negara yang mereka diami dalam mencegah ketergantungan berlebihan akan teknologi,” tambah Rod.
Bintang
foto: disediakan