
Ernest Perkasa kembali lagi menuai decak kagum. Setelah meluncurkan filmnya yang diberi nama Ngenest, kali ini filmnya yang berjudul Cek Toko Sebelah (CTS) berhasil mengambil hati dan perhatian 2,5 juta penonton dari seluruh Indonesia. Dengan dibintangi oleh deretan aktor dan aktris ternama seperti Ernest Perkasa, Dion Wiyoko, Gisella Anastasia, dan Ardinia Wirasti, telah berhasil mengangkat tentang kehidupan keluarga Tionghoa yang berada di Indonesia. Tak hanya menyentuh hati setiap penontonnnya, namun film ini berhasil membuat kita akan merindukan keluarga di rumah.
Menyusul kesuksesan yang ada di Indonesia, akhirnya Maret lalu CTS mengadakan Australian Tour yang berkunjung ke beberapa tempat di Australia, sebut saja seperti Canberra, Brisbane, Melbourne, Perth, dan Sydney. Melbourne sendiri, yang menjadi destinasi kedua terakhir, berhasil menggaet daya tarik warga Indonesia untuk menonton dan memborong tiket hingga tak tersisa.
Aktor muda nan tampan, Dion Wiyoko, yang turut serta dalam Australian Tour ini pun tak bisa membendung betapa bahagia dan bangganya ia bisa berbagi film ini kepada rakyat Indonesia yang ada di Australia. Bagi Dion sendiri, film CTS bukanlah sebuah film tentang agama atau bersifat menggurui, namun lebih kepada kehidupan sehari-hari yang dikemas sedemikian rupa yang bertujuan untuk memberikan pesan moral kepada penontonnya. “Film ini simply menceritakan bagaimana kebiasaan keluarga Chinese pada umumnya di Indonesia. Ada keluarga Tionghoa yang memiliki 2 orang anak laki-laki dan salah satunya kuliah di luar negeri dan satunya memiliki banyak masalah. Ketika disuruh balik ke Indonesia, orangtuanya menuntut untuk pulang dan meneruskan toko. Jadi ini adalah hal sederhana yang memang terjadi namun dikemas dengan baik. Dan menurut saya sendiri, film yang bagus adalah film yang bukan menggurui atau memberikan quote, karena menurut saya itu terlalu nge-judge seseorang. Dengan film CTS yang apa adanya, telah terbina secara tidak langsung hubungan emosional dengan penonton. Alhasil, penonton merasa itu sangat relatable dengan kehidupan mereka dan menyadari bahwa rakyat Indonesia memang seharusnya begini. Keberagaman dan kebhinekaan,” sahut Dion.
Film CTS yang terbilang unik dan lengkap dengan unsur komedi membuat Dion tidak merasa kesulitan. “Bagi saya, yang spesial dalam film ini adalah karena semuanya ada di sini. Komedi, drama, tentang kesatuan, semuanya dikemas secara ringan. Yohan sendiri adalah sosok yang dinamis, seperti sudah pernah masuk penjara, terintimidasi oleh adik yang lebih cerdas dan sukses, dan lebih lagi karena merasa dipandang sebelah mata oleh bapak sendiri. Itu semua yang membangun karakter Yoan. Seperti lawan main dengan Adinia Wirasti, yang memerankan sebagai istri saya Ayu, dan Ernest sendiri, terasa sangat tidak ada gap. Semuanya mengalir begitu saja,” ujar pria kelahiran Surabaya, 3 Mei 1985 ini.

Menariknya, film CTS ini berhasil bekerjasama dengan 20 komika yang kebanyakan belum pernah main di film layar lebar. Inilah salah satu daya tarik dan terbukti berhasil mengocok perut penonton saat menyaksikan film ini. Namun di satu sisi, bagi Dion, justru bekerja dengan banyaknya komika adalah tantangan terbesar. “Ada satu scene film yang dimana harus menahan tawa. Buat saya itu sangat lucu, tapi saya harus bertahan untuk tidak ketawa dan bersikap cool dan tenang di depan 3 komedian yang dialognya yang absurd dan sangat lucu. Akhirnya scene itu harus retake berkali-kali,” ujarnya sambil tergelak. Tidak hanya menjadi tantangan terberat, Dion pun mengaku bahwa itulah momen-momen yang langka dan sangat sulit untuk dilupakan. “Dengan didukung oleh 20 komika inilah situasi syuting menjadi sangat menyenangkan dan hangat. Bahkan pernah suatu waktu kami pemain dengan crew bergilir untuk melakukan stand up comedy. Dan hasilnya luar biasa lucu!”

Ditanyai tentang pengalaman bekerja sama dengan Ernest, pemuda yang hobi fotografi ini menguraikan bahwa dirinya sangat senang dapat bekerja sama dalam film CTS ini. “Kenal dengan Ernest itu sudah cukup lama. Ernest ini termasuk sutradara muda, dan menurut saya dia sangat berbakat dan cukup perfeksionis. Dari pemilihan cast saja semuanya bisa ia bungkus dengan rapi. Meskipun baru men-direct dua film, saya merasa bahwa dia memiliki kemampuan dalam hal ini. Tahun lalu ketika film Ngenest tayang dia berhasil menyabet penghargaan, dan saya yakin CTS ini akan makin banyak lagi penghargaan yang dimenangkan,” urai pemuda yang memulai karirnya di tahun 2003 ini.
Tak heran, film yang memakan waktu syuting selama 18 hari ini telah berhasil menuai decak kagum para penonton. Dion mengaku bahwa CTS berhasil menjadi masuk urutan ke-delapan sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa dan urutan ke-empat terlaris sepanjang tahun 2016.
Tentunya dengan respon penonton yang besar membuat Dion berharap adanya peningkatan yang berkelanjutan untuk film-film Indonesia kedepannya. “Saya percaya bahwa semua pekerja seni mempunya tekad yang besar dan kuat untuk memajukan film-film Indonesia, meskipun kadang pula tidak semua film bisa diterima dengan baik di Indonesia. Kadang ada film bagus, penontonnya sedikit. Dan film biasa saja, penontonnya banyak. Tentunya saya dan kawan-kawan pekerja seni tidak mau mengecewakan penonton Indonesia yang ada sekarang. Semoga penonton yang sudah sering nonton film Indonesia semakin meningkat lagi. Terlebih lagi kepada penonton-penonton yang ada diluar Indonesia, semoga film CTS ini bisa menjadi obat rindu bagi mereka untuk selalu ingat Tanah Air,” tutup Dion sambil tersenyum.
Apa Kata Mereka
Jundi Mulia | Property Management Administrator
Fresh dan menghibur banget! Gak salah merekrut stand-up komedian-komedian yang ada di film. Lawakan mereka gampang dimengerti dan mungkin karena cara approach komedi mereka lewat kegiatan dan obrolan sehari-hari, jadi lebih bisa relate ke kita, jadinya semakin lucu.
Scene favorit gue banyak sih, tapi entah kenapa tiap scene Mbak Asri Pramawati gue selalu ngakak, mungkin karena gue ngefans dari dulu. Apalagi pas dia nyanyi lagu Keluarga Cemara.
Semoga di waktu kedepannya industri film komedi Indonesia bisa lebih baik dan lebih banyak mengangkat nilai-nilai adat Indonesia yang dimunculkan di film ini. Yang mungkin sedikit demi sedikit mulai memudar, yaitu begitu besar harapan orang tua terhadap anak-anaknya untuk mengikuti harapan, mimpi, dan keinginan mereka. Which is what all parents would do, but it’s certainly hard with how millenials think nowadays.
Fauzia Amanda Putri | Bachelor of International Business Monash University
Filmnya lucu banget dari awal sampe akhir dan endingnya tidak ada yang menyangka justru bakalan sedih. Scene favorit gue itu ketika bagian anaknya Pak Jokowi muncul, walaupun sudah ketebak dan pernah liat di trailer, tapi tetap saja lucu. Kedepannya semoga ada kelanjutan daripada film CTS ini ya!
***
Setelah sukses menggelar Ada Apa Dengan Cinta 2 dan Cek Toko Sebelah, Mei ini All in Pixel akan menghadirkan film yang sudah ditunggu-tunggu, Kartini.
Film ini diperankan oleh Dian Sastrowardoyo sebagai Raden Ajeng Kartini, pahlawan Indonesia yang berhasil memperjuangkan emansipasi wanita.
Untuk informasi lebih lengkapnya, silakan kunjungi situs: buset-online.com/kartini-sinema-keliling-2017/
Fifi
Foto: Nys