Bercerai: Nasib & Menurun Ke Anak! Benarkah?

A: Saya kan pernah bilang.. takutnya tuh.. turunan bakal gini lagi ke anak-anak

SL: gak lah, terlalu menggampangkan kalau serta merta menvonis begitu!

Di atas adalah penggalan dari obrolan dengan klien, yang mengkhawatirkan anak-anaknya punya masalah relationships in the future. Khawatir nanti anak-anaknya juga akan gagal. Pasalnya, si klien adalah juga dari keluarga yang papa mamanya pisah; dan hubungan sang klien dengan pasangannya juga tidak happy ending.

Sejak sedari saya masih kecil hingga sekarang, masih beredar bahwa anak-anak dari broken family akan menghasilkan pula keturunan yang akan punya pattern yang sama. Mitos ini juga ber chain-reaction kepada ketakutan pasangan-pasangan; sehingga tak jarang mereka (kedua pihak atau satu pihak) jadi “bela-belain” untuk tidak cerai meski hubungan / pernikahan sebenarnya sudah tinggal “skeleton” saja. Tetapi tetap berusaha agar jangan bubar, demi anak-anak. Terutama biar anak-anaknya (terutama daughter) nya tidak susah mendapat pasangan. Karena di masyarakat ada sebagian pihak yang masih prefer jangan mendapat menantu yang dari broken home!

Topik dan atau masalah di atas adalah bukan sesuatu yang enak untuk dibahas, dan sebagian orang prefer untuk menghindari untuk membicarakannya secara open.

Benarkah bahwa “nasib bercerai” atau relationship breakdown adalah akan menurun ke anak-anak dan atau sampai ke cucu? Jawabnya: tidak semudah untuk menyimpulkan dengan bilang “yes” atau katakan “no!”

Anatomi dan pola seseorang akan mengalami relationship breakdown itu bisa di-trace back dari aspek faktor langit. Dari ba zi bisa ada indikasi apakah hubungan dengan pasangannya termasuk klasifikasi hubungan yang solid, rata-rata atau rentan. Ini mengapa adalah penting guna memastikan bahwa kita dan pasangan adalah kategori yang compatible ba zi nya. Kecocokan antar ba zi (kedua mempelai) adalah salah satu syarat utama dalam pernikahan tradisionil Tionghoa.

During yesteryears, jika ba zi antara calon suami istri tidak compatible, maka dijamin perkawinan tidak akan terjadi! Ini adalah salah satu rahasia mengapa perkawinan jadul bertahan bertahun-tahun meski mungkin masa PDKT nya singkat!

Sekedar informasi, faktor utama lainnya yang juga prasyarat vital dalam pernikahan tradisionil Tionghoa ialah aspek 门当户对 (mén dāng hù duì), yang bermakna the families are well-matched in terms of social financial status. Dengan sama-sama setara latar belakang status sosial finansial maka akan meminimalkan adanya pihak (suami atau istri) yang istilah nya “kalah hawa,” “kegencet power” nya!

Dengan compatible ba zi, maka berarti sudah meminimalkan ketakutan terbesar bagi wanita dalam hidup, yakni salah mendapat pasangan! Ini mengapa informasi dari ba zi bisa ikut bersumbangsih dalam menciptakan sebuah relationship yang lebih solid dan meminimalkan terjadinya perkawinan yang bubar di usia jagung dan atau di tengah jalan!

Faktor Manusia tentu juga tak kalah berperannya dalam menciptakan sebuah perkawinan yang everlasting atau sebaliknya. Karakter, usaha, tindakan yang optimal dari kedua pihak from time to time selalu diperlukan. Tidak bisa saling mengharap dan atau saling mengandalkan. Dua-dua pihak perlu sama-sama bersumbangsih menciptakan open communication and healthy interaction. Fokus di dua hal ini dulu; gak perlu muluk-muluk mimpi mau selalu romantik lop u lop u an. Tanpa adan komunikasi yang terbuka dan interaksi yang sehat, jangan mimpi bisa bed full of roses; yang ada malah bed full of cactus!

Faktor Bumi tidak bisa disepelekan. Adalah fakta bahwa ada lokasi dan bangunan yang tidak kondusif bagi adanya hubungan yang harmonis. Sayangnya hal ini belum banyak disadari; dan akibatnya memakan korban. During many many years menangani kasus real dari terlalu banyak orang, tak jarang dijumpai sebenarnya secara ba zi adalah pasangan yang lumayan ok; tetapi karena pengaruh energi lokasi dan bangunan, membuat hubungan suami-istri yang full of antagonistic and bickering! Akhirnya, sebagian malah ended jadi pisah karena mereka mengabaikan atau mensepelekan urusan feng shui bangunan mereka; meski sebenarnya sudah diinfokan sedari awal.

Bagaimana kalau dalam unfortunate case/s dimana keputusan go seperate way sudah terjadi? Perhatikan masalah well being anak-anak. Jangan memakai mereka sebagai alat / sarana buat saling menjatuhkan / menjelek-jelekan. Anak-anak (istilahnya) sudah menjadi korban dari relationship yang failure; mereka sudah terimpact, janganlah menambah beban emosi psikologis dengan menjadikan mereka “pion” dan atau “sandera” dari pertikaian antara (mantan) suami istri!

Kedukaan serta psikologis scars yang ditimbulkan karena torn in between father and mother unhealthy relationship inilah yang menjadi bibit-bibit mengapa akhirnya seorang menjadi trauma dengan pernikahan; menjadi punya pandangan negatif mengenai hubungan dengan lawan jenis; menjadi tidak mau menikah; menjadi akhirnya juga akan lebih beresiko / prone mengalami kegagalan saat kelak berumah tangga!

Jadi tak beda dengan fenomena anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang orang tua nya adalah welfare dependant maka akan masuk dalam pusaran lingkaran setan yang juga kelak setelah dewasa akan menjadi juga orang yang tergantung dari welfare (jadul istilahnya: DOLE, kemudian bilangnya: Centerlink, sekarang tidak tahu apa istilahnya?). Ini mengapa sedari hari pertama saya selalu tidak mau “memanjakan” diri menerima uang dari “engkong” (baca: pemerintah).

Sesusah-sesusahnya, masih lebih enak menjadi pembayar pajak! Ini mengapa, secara pribadi paling tidak terkesan dengan pihak-pihak yang selalu bangga karena mereka bisa mensiasati (baca: ngakalin) welfare system/s! Yes, mungkin betul kita bisa ngakalin duit pemerintah; tetapi tanpa sadar kita merusak mental kita; kita juga memberi contoh tidak baik bagi anak-anak kita. Bayangkan kalau semua orang berattitude begitu, maka ambyarlah uang negara (baca: uang dari tax payers, yang mungkin adalah teman dan keluarga kita sendiri juga)! So, please next time kalau mau banggakan diri bisa ngakalin duit Centerlink, tolong jangan lakukan di depan saya please!

Kembali kepada masalah mitos relationship breakdown akan menurun ke anak-anak adalah tergantung dari banyak aspek dan semua aspek / faktornya itu intertwined.

Semoga kita semua senantiasa diberkahi dengan relationship luck!

Suhana Lim

Certified Feng Shui Practitioner

www.suhanalimfengshui.com

0422 212 567 / suhanalim@gmail.com

Discover

Sponsor

spot_imgspot_img

Latest

THE FORUM ‘Bali 9 and Legalized Killing’

The Forum adalah acara talkshow tahunan dari PPIA Unimelb yang mengelilingi topik keadilan, hukum, dan politik Indonesia. Tahun lalu, The Forum 3 berjudul ‘Inspire...

PELAJAR DI AUSTRALIA JAMAH PAPUA

Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Australia mengadakan program sosial bertajuk “Improving Papua and East Nusa Tenggara’s Education” (IMPACT) untuk membantu anak-anak di kawasan Indonesia Timur.Program...

IFF 2021: Perkenalkan Keragaman Budaya Indonesia Melalui Layar Kaca

Tahun ini Indonesian Film Festival kembali menghibur komunitas pecinta film Melbourne dengan film-film asal tanah air. Festival yang sudah dirayakan selama 15 tahun berturut-turut...

SAJIAN EKSOTIK THAILAND DI YING THAI 2

110 Lygon Street, Carlton, Victoria 3053(03) 9639 1697 Jam Operasional Senin: Tutup Selasa-Minggu: pk. 11:00 - 22:00Edisi Icip-Icip kali ini, BUSET akan memberikan rekomendasi menu andalan dari...