Dia adalah Randy Enos Hallatu, namun lebih akrab dipanggil Enos. Pemuda kelahiran Jayapura, Papua tahun 1984 ini adalah sosok yang tidak asing lagi di kalangan pemusik Indonesia, khususnya yang berdomisili di kota Melbourne. Dan semua itu hanya dimungkinkan oleh ketekunan, jerih payah yang tiada henti dan semangat pantang mundur yang dimiliki seorang Enos. Semenjak kecil Enos sudah diakrabkan dengan dunia musik, baik dalam lingkup keluarganya maupun komunitas tempat ia bertumbuh. Selain dihadiahkan piano mainan oleh ibunya, Enos kecil juga gemar menggunakan benda apapun yang ada di sekitarnya, wajan dan panci misalnya, untuk membuat musik.
Ketika ia berusia tujuh tahun, anak bungsu dari tiga bersaudara ini sudah mulai aktif bernyanyi di gereja. Tidak hanya itu, ia juga belajar teori musik dari seorang mentor yang dengan baik hati meluangkan waktunya untuk Enos yang begitu bertalenta. Pelbagai hambatan kadang kurang memungkinkan Enos untuk memperoleh pendidikan musik formal yang patut ia terima. Namun lagi-lagi hal tersebut tidak mematahkan semangat Enos untuk berkarya. Ia hanya pernah belajar instrumen keyboard selama satu bulan ketika berusia 12 tahun, selanjutnya ia hanya berlatih sendiri dengan tekun.
Selepas lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan Pertambangan di Jayapura, pemuda yang gemar melukis dan menggambar ini kembali ingin mewujudkan cita-cita awalnya menjadi seorang musisi. Kecintaan pada dunia musik yang tak terbendung membuatnya memberanikan diri untuk berkelana ke negeri tetangga demi memperoleh pendidikan musik yang berkualitas. Ketika ditanya mengapa Australia dipilih sebagai ajang berkarir musik Enos pun berujar, “selain dekat dengan Tanah Air, tentunya. Perkancahan musik di Australia saat ini belum sejenuh lokalitas lainnya, seperti Amerika Serikat. Jadi pasti akan sangat menantang untuk memulai sesuatu hal yang baru betul-betul dari awal. Aku suka itu.”
Lulusan jurusan Film Scoring dari Box Hill TAFE Institute ini bekerja siang dan malam tanpa henti untuk mewujudkan impiannya. Ia betul-betul harus membangun dari nol di negara asing ini. Mulai dari urusan pertemanan, sekolah, sampai menciptakan oportunitas untuk berkarya dalam musik. Kesuksesan Enos juga tidak lepas dari dukungan orang-orang di sekitarnya. Terutama orangtuanya, yang meski tinggal jauh darinya di Tanah Air, namun selalu mengiringinya dalam doa. Alhasil, pria yang suka kemping dan trekking ini selalu pantang menyerah dan dapat mengatasi tantangan apapun yang hadir di hadapannya.
Because Imperfection is Perfect launch
Melanjutkan kesuksesan album “Because Imperfection is Perfect” di tahun 2015, Enos kembali menghadirkan karya terbarunya yang tidak kalah asyik. Kali ini dalam bentuk EP (Extended Play) dengan judul yang sama, “Because Imperfection is Perfect 2”.
Peluncuran album “Because Imperfection is Perfect 2” diadakan di tengah hingar bingar kota Melbourne pada Kamis malam, 29 September 2016 yang lalu. Tepatnya di sebuah bar bernama La La Land. Cukup banyak jumlah penonton yang berbondong datang untuk memeriahkan acara peluncuran album ini. Dan bukan hanya dari kalangan komunitas Indonesia saja yang memenuhi ruangan di tingkat kedua tersebut. Tidak sedikit warga Australia yang datang dan dengan antusias memberikan sambutan hangat dan dukungannya untuk Enos dan albumnya.
Acara diawali dengan penampilan Yana Millane, diiringi petikan gitar handal oleh Joanna. Keduanya melantunkan lima buah lagu dengan sangat merdu, beberapa di antaranya adalah No One oleh Alicia Keys dan Nothing oleh band ternama The Script. Penampilan mereka diakhiri dengan lagu Royals, yang dipopulerkan oleh musisi asal New Zealand, Lorde. Selain itu, Burwood Crew, yang diantaranya terdapat Rezon, Joshua dan Gilang, juga hadir meramaikan malam yang semakin larut. Hingga akhirnya sampai pada puncak acara, Enos dan rekan-rekan membawakan lagu-lagu dari album “Because Imperfection is Perfect 2”. Mereka tampil bersama dengan bintang tamu Emy Zaluzna, yang adalah teman sekolah Enos saat studi di Box Hill Institute dan juga Muji Zhuang. Sangat jelas terlihat kepiawaian mereka, baik dalam memainkan alat instrumen maupun profesionalisme di atas panggung sebagai seorang seniman.
Ketika ditilik lebih lanjut mengenai latar belakang dari album keduanya ini, Enos menekankan bahwa “judul albumnya sama karena pesan yang ingin disampaikan adalah sama. Kita semua ini ga ada yang sempurna, dan kita semua harus bisa menerima diri kita sendiri masing-masing sepenuhnya sebelum kita bisa menerima orang lain. Kita semua ga ada yang sempurna, dan itu ga jadi masalah.”
Pemuda yang gemar bermain futsal ini juga adalah seorang yang memiliki visi jauh ke depan. Terbukti dengan rencananya untuk melahirkan album bertajuk ‘She and I’ di tahun yang akan datang. Kali ini, pesannya sedikit lebih pribadi, yakni ia ingin meluangkan waktu yang lebih untuk orang-orang di sekitarnya. Baik itu keluarga maupun sahabat-sahabat yang jarang ia temui di tengah masa kesibukannya meniti karir. Karena hidup itu singkat dan harus kita pergunakan waktu yang ada sebaik-baiknya.
ih
APA KATA MEREKA

Ganis Banggo, 34
“Seorang musisi yang sungguh sangat bertalenta”, kata sang lulusan Masters of Early Childhood Education dari Monash University Clayton ketika ditanya pendapatnya mengenai Enos. Sangat terlihat rasa puas dan bangga yang tersirat jelas di paras Ganis akan peluncuran album “Because Imperfection is Perfect 2” ini. Wanita yang berasal dari kota yang sama dengan sang musisi ini dengan semangat mengatakan bahwa Candy On Valentine adalah tembang favoritnya. “Senang banget bisa ikutan acara peluncuran album keduanya ini, tempat acaranya asyik banget, tidak ada duanya,” tutup Ganis yang memiliki sahabat yang ternyata adalah sahabat kecil Enos ketika di Papua.

Stella Suseno, 25
“Musik kak Enos sangat manis dan enak didengar, apalagi buat nyantai dan relax, karena lirik dan iramanya bisa banget nenangin hati,” ucap karyawan perusahaan swasta di daerah Southgate ini. Pemudi belia yang juga adalah backing vocal dalam album “Because Imperfection is Perfect 2” ini juga berpendapat, ”launching berjalan lancar dan Burwood Crew juga ok banget sebagai pembuka acara. Lagi-lagi Kak Enos berprestasi. Mungkin untuk lain kali kalau ada MC yang mimpin acara dan bisa memperkenalkan latar belakang dari lagu-lagunya Kak Enos, bakal lebih mantap lagi dan acara lebih tertata,” ucap Stella sambil tersenyum.

Yana Millane, 23 dan Lucy, 22
Dua sahabat yang keturunan blasteran ini hampir bersamaan berseru, “so much talent!” saat ditanya pendapatnya mengenai Enos Hallatu. “Kak Enos adalah pekerja keras yang pantang mundur. Jadi dia sangat patut mencapai cita-citanya seperti ini,” ujar Lucy, sang guru sekolah menengah yang blasteran Bali dan Australia. “Acara launching nya juga seru banget, kami sangat bangga,” tambah Yana si penyanyi berparas cantik yang berdarah campuran Ambon, Jawa dan Eropa.