Jika membahas tentang dunia fesyen yang terus berkembang saat ini, memang tidak akan ada habisnya. Apalagi fesyen untuk para Muslimah yang sekarang sudah masuk ke kancah dunia internasional. Tengok saja para perancang busana Muslimah asal Tanah Air seperti Dian Pelangi, Barli Asmara atau Ria Miranda dapat dikatakan berhasil membawa karya mereka ke berbagai pagelaran busana di luar negeri. Dapat diakui bahwa para Muslimah saat ini memiliki begitu banyak pilihan dalam hal mendandani diri mereka sendiri.

Menilik pada masa di awal tahun 2000an, ketika fesyen Muslim masih belum popular seperti sekarang, seorang Zurlia Ismail kerap menghadapi kesulitan dalam menemukan pakaian yang cocok secara ibadah namun juga bisa mengikuti dinamika fesyen di Negeri Kangguru. Berawal dari kesulitan inilah, lahir sebuah pusat perbelanjaan umat Muslim di Victoria yang dikenal dengan nama House of Emaan.

Buset berkesempatan untuk mewawancarai Anisa Ismail, salah satu putri Zurlia yang saat ini bekerja sama dengan ibundanya dalam mengelola usaha keluarga mereka. Menurut Anisa, Zurlia membuka usaha itu lantaran sangat sulit menemukan baju Muslimah yang bagus untuk kelima putrinya. “My mom started EMAAN in 2004 because she found it difficult to find scarves and Islamically appropriate clothing for her 5 daughters. She had contacts back in Indonesia that could help supply Islamic clothing and scarves to her. She then decided to open up a store as many people would ask her where she got her clothes from, as there were almost no Islamic clothing shops in Victoria at the time. EMAAN quickly came to be known as the place to buy Islamic clothing and scarves for the whole family and became well known in the Muslim community in Victoria,” ujarnya.

Berlokasi di 338/342 Sydney Rd, Coburg, House of Emaan memiliki berbagai macam pilihan busana Muslim

Zurlia yang diketahui telah menyelesaikan sarjananya di Universitas Brawijaya bidang pertanian kemudian memutuskan untuk melanjutkan studi masternya pada tahun 1988 di La Trobe University. Kenyamanan untuk hidup di Melbourne lah yang membuat Zurlia dan keluarga memutuskan untuk menjadi seorang permanent resident pada tahun 1996. “She was previously a soil scientist but since having her daughters, her priorities and interests changed, which led to a career in business. My mum chose to run a business because she realised there was a gap in the market for Islamic clothing for the growing Muslim community in Australia,” ungkap putri kedua dari Zurlia tersebut.

Pada mulanya, Anisa mengaku bahwa baju dan jilbab yang dijajakan berasal dari Indonesia. Namun, dikarenakan ukuran pakaian, budaya dan gaya fesyen yang berbeda antara kedua negara, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk mendesain baju sendiri.

Memang tidak mudah untuk membangun sebuah bisnis dari awal, apalagi memulainya di negeri orang. Tentu banyak rintangan dan lika-liku yang harus dilalui. Menanggapi hal ini, Anisa percaya, tidak akan ada kesuksesan jika tidak menemukan kesulitan di awal.

Building the business has been hard work but it’s been worth it. You’ll always face challenges in business, or in life generally, but you become stronger because of them. So I wouldn’t say we had a great deal of difficulty with building the business, but the main challenge is to constantly adapt and improve according to the changing needs and wants of our customers- but that’s the challenge of any business. It also requires a lot of patience and perseverance, it’s taken us 14 years to grow the business and we still feel like there’s so much more to be done!”

Saat ditanyai mengenai industri fesyen Muslim yang kini terus berkembang, Anisa sendiri menyetujui banyaknya para pemain di pasar yang mengedepankan tren dan kebutuhan konsumen. Namun di sisi lainnya, seorang Muslimah yang pandai harus pula mengingat bahwa hijab dan pakaian yang mereka kenakan bukan semata-mata sebuah fashion statement atau hanya sekedar mengikuti tren masa kini. Melainkan ini semua merupakan sebuah kewajiban yang harus dikenakan oleh setiap Muslimah di dunia.

Anisa juga menambahkan bahwa tren baju Muslim saat ini memang sedang sangat marak-maraknya. Kendati demikian, konsumen Muslimah juga harus turut menjadi seorang individu yang cermat dalam hal memilih brand mana yang ingin mereka dukung. “Muslim owned fashion labels have existed long before mainstream fashion labels picked up modest/hijab fashion as a trend, and will exist even if the trend dies out, as we are loyal to the idea of modesty as part of our Deen, whereas mainstream fashion business are loyal to whatever is fashionable at the moment that can make a profit,” jelas Anisa yang saat ini menjadi satu-satunya anak dari 5 bersaudara yang fokus dalam mengembangkan usaha keluarga mereka.

Anisa dan Zurlia Ismail

Saat ini, House of Emaan sudah berkembang dan tidak lagi menargetkan kaum hawa sebagai konsumen, tapi lebih kepada keluarga. “Our first target market were Muslim women and girls. Then we branched out into serving Muslim men and boys, Islamic books and multimedia, etc. So now you can bring your whole family to the store and everyone will find something,” tutup Anisa.

 

 

 

Alifia