Awan mendung menyelimuti Victoria sejak pagi hari itu. Pada hari Senin tanggal 18 April 2022, Bendigo Easter Festival Gala Parade semestinya dilaksanakan. Namun, rintik hujan telah menyirami kota Bendigo dengan konstan, sehingga keberlanjutan Gala Parade terancam diberhentikan. Sayangnya, pihak penyelenggara festival terpaksa membatalkan parade tersebut atas alasan keamanan.

Meskipun Bendigo Easter Festival Gala Parade ke-150 terpaksa dibatalkan akibat hujan, kontingen Indonesia tetap melanjutkan pertunjukannya di dalam aula indoors. Berbagai pertunjukan khas Indonesia seperti kostum, musik, dan tarian tradisional dipersembahkan kepada peserta yang hadir pada saat itu. Meskipun acara tidak berjalan sesuai rencana, para peserta tetap dapat menikmati kemeriahan dan hiburan yang ditawarkan oleh kontingen Indonesia.
Kembali setelah hiatus dua tahun
Bendigo Easter Festival merupakan festival tahunan yang telah diselenggarakan sejak tahun 1871. Sebagai salah satu festival tertua di Australia, masyarakat dari berbagai penjuru dunia datang untuk menyaksikan perayaan Paskah di kota regional Victoria ini. Puncak perayaan dilakukan dengan prosesi parade pada hari terakhir festival, yaitu Bendigo Easter Festival Gala Parade. Hampir setiap tahunnya, komunitas Indonesia turut berpartisipasi dengan menyumbang penampilan pada parade.
Marthin Nanere atau akrab dipanggil Decky merupakan presiden dari BAIK (Bendigo Australia Indonesia Klub), komunitas Indonesia terbesar di Bendigo. Ia menjelaskan besarnya makna Bendigo Easter Festival bagi masyarakat yang tinggal di Bendigo dan sekitarnya.
“Bendigo Easter Festival adalah festival kebanggaan di Bendigo. Festival ini merupakan salah satu kegiatan rutin tahunan yang membawa dampak ekonomi sangat besar bagi Bendigo. Festival ini tidak hanya [dilaksanakan] pada satu hari, tetapi dimulai dari seminggu sebelum itu,” jelas Marthin.

“Tahun ini pertama kali kita diperbolehkan mengadakan festival face-to-face [sejak pandemi Covid-19]. Dan menariknya, salah satu atraksi di festival adalah tari naga terpanjang di dunia (Sun Loong). Saat pandemi, [naga] tidak dikeluarkan tetapi ditaruh di museum,” ujar Marthin, menceritakan keadaan Bendigo Easter Festival sehubungan dengan pandemi.
Melibatkan berbagai komunitas Indonesia di Victoria
Meskipun Bendigo Easter Festival terletak di Bendigo, festival ini menarik pengunjung dari berbagai penjuru Australia, baik sebagai penonton maupun sebagai penampil. Sama halnya dengan kontingen Indonesia, pihak BAIK telah mengundang komunitas Indonesia yang berpusat di berbagai kota di Victoria untuk hadir dan turut serta dalam festival.
“Kita merangkul siapa saja yang ingin berpartisipasi, terutama untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Parade ini dilaksanakan bersama dengan komunitas Mugi Rahayu, mereka memperkenalkan budaya Indonesia melalui gamelan dan tarian Jawa. Kami juga mengundang dari Ballarat, namanya BRIC(Ballarat Regional Indonesian Community). Dari Melbourne ada Kawanua (komunitas Manado) dan Maluku Basudara (komunitas Maluku) yang turut serta,” jelas Marthin mengenai komunitas-komunitas Indonesia yang hadir pada hari itu.

Sebagai salah satu perwakilan komunitas Indonesia yang hadir pada saat itu, Kiki Amelia selaku ketua BRIC menceritakan perannya di kontingen Indonesia pada Bendigo Easter Festival.
“Kami diberi posisi untuk berpartisipasi di parade menampilkan Kuda Lumping. Which is really great, karena ada kolaborasi dari dua komunitas, Ballarat dan Bendigo. Kita harus keep doing that dalam skala kecil maupun skala besar,” ujar Kiki, menekankan pentingnya kolaborasi antar komunitas Indonesia.
Selain bertujuan untuk menampilkan kebudayaan Indonesia di depan masyarakat Australia pada parade, Bendigo Easter Festival juga menjadi kesempatan bagi para komunitas Indonesia yang hadir untuk menjalin silaturahmi dengan satu sama lainnya.
Cerita dibalik hujan
Sejak beberapa hari sebelum pelaksanaan parade, daerah di sekitar Victoria memang sedang dilanda oleh hujan yang berkelanjutan. Marthin Nanere sebagai salah satu koordinator untuk kontingen Indonesia di festival tersebut menceritakan kronologis pembatalan parade.
“Jadi kita sudah lihat dari ramalan cuaca bahwa hari Senin chance hujan sangat besar. Pada pagi hari Senin, kami bertanya ke city council, apakah parade akan tetap berjalan atau di-cancel dan mereka mengadakan rapat untuk mengambil keputusan. Sekitar 20 menit kemudian, berita keluar bahwa parade di-cancel dengan alasan keamanan karena hujannya memang konstan. Safety adalah prioritas utama,” ceritanya.

Walaupun kondisi cuaca kala itu sedang tidak bersahabat bagi kepentingan parade, antusias yang ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia di Bendigo Easter Festival tetap membara dengan semangat. Marthin menjelaskan bahwa BAIK sudah mereservasi aula lokal Quarry Hill Hall sebagai tempat berkumpul setelah parade. Ketika kabar datang bahwa parade dibatalkan, kontingen Indonesia langsung berkumpul di aula tersebut.
“Kami selalu memiliki Plan A dan Plan B. Kalau seandainya [parade] gagal, kita alihkan acaranya ke [aula]. Acaranya pun mengalir, dan mudah-mudahan semua yang hadir bisa menikmati,” jelasnya. Meskipun parade dibatalkan, kontingen Indonesia tetap melaksanakan pertunjukan secara mandiri di dalam aula Quarry Hill Hall.
Salah satu ketua komunitas Indonesia yang turut berpartisipasi dalam Bendigo Easter Festival, Kiki Amelia menyayangkan bahwa parade harus dibatalkan, tetapi ia tetap bangga dengan masyarakat dan komunitas Indonesia yang melanjutkan pertunjukan secara mandiri.
“We need to remember that it’s beyond our capacity. Yang bikin saya kagum adalah how resilient people are. Kalau tidak bisa menampilkan apa yang telah direncanakan, mereka langsung putar otak. What can we do dengan apa yang ada. I’m proud of that, karena semangat gotong-royongnya terlihat. Kami sangat ingin menumbuhkembangkan sifat gotong-royong Indonesia yang tidak sering dirasakan di Australia. Hal itu yang paling saya suka dari komunitas Indonesia,” ujarnya.