Sudah 6 tahun lamanya batik Indonesia diakui oleh badan UNESCO sebagai salah satu Intangible Cultural Heritage of Humanity. Momen yang diabadikan lewat Hari Batik Nasional (2 Oktober) ini perlahan mendorong integrasi yang lebih baik antara batik dengan kehidupan modern Bangsa Indonesia. Namun, bagaimana dengan eksistensi seni batik di luar Indonesia? Apakah batik telah mampu menggapai posisi sebagai warisan dunia di rana internasional?
Batik dan Pengembangan Pasar
Perkembangan pasar ekspor batik menjadi salah satu parameter mendasar untuk melihat posisi batik di rana internasional. Menurut Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan Gusmardi Bustami, pasar ekspor batik berhasil meningkat dari 32 juta dollar AS pada 2008 menjadi 300 juta dollar AS pada 2013 dengan Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor terbesar. Hal ini menunjukkan batik sebagai ikon kebanggan Indonesia yang mampu mendongkrak ekonomi rakyat. Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Kementerian Perdagangan Ari Satria, menyatakan, “jika Korea Selatan punya smartphone, Indonesia punya batik. Ini keunggulan Indonesia.”
Batik dan Pemimpin Dunia
Banyaknya pemimpin dunia, layaknya Nelson Mandela, yang mengenakan pakaian batik menjadi salah satu tanda pengakuan eksistensi seni Indonesia ini secara global. Pemimpin negara Afrika Selatan itu sering mengenakan batik di acara-acara resmi, seperti acara penutupan Piala Dunia 2010 ataupun saat kunjungan ke Istana Negara pada tahun 1997. Berkat Mandela, batik dianggap sebagai komoditas mewah di Afrika Selatan dan mendapatkan sebutan khusus, yaitu Batik Madiba. Keberadaan Nelson Mandela sebagai ‘duta batik’ mampu membawa batik ke rana yang lebih luas, bahkan menginspirasi banyak pemimpin lainnya untuk mengenakan batik.

Batik turut dipakai secara luas pada pertemuan APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) 2013 di Bali. Puluhan orang-orang kebesaran Negara ‘diseragamkan’ dalam busana Batik Endek khas Bali sebagai bentuk penghormatan terhadap sang Tuan Rumah. Sayangnya, banyak media yang masih mengecam pakaian batik para peserta APEC dengan menyebutnya sebagai ‘kemeja konyol’. Hal ini membuktikan bahwa walaupun batik telah diterima oleh banyak politisi, kultur batik belum sepenuhnya dimengerti oleh masyarakat dari masing-masing negara.
Batik dan Asimilasi Budaya
Perantauan batik akan tiba pada ‘finish line’ saat ia mampu mencapai asimilasi budaya secara utuh. Nyatanya, batik telah berhasil menginisasikan komunikasi dan toleransi antar budaya pada beberapa kesempatan, contohnya dengan kehadiran Batik Yirrkala. Yirrkala adalah batik yang mengkombinasikan sejarah suku Makassar Bugis dan Aborigin Australia dalam teknik artistik modern. Yirrkala sendiri berasal dari lagu asli rakyat Aborigin, yang kemudian divisualisasikan dalam motif segitiga kecil untuk menggambarkan layar kapal pelaut Bugis. Kehadiran Yirrkala menjadi manifestasi persahabatan Indonesia dan Australia sejak masa lampau yang terhubung melalui seni batik .

Beberapa fashion designer batik, seperti Mel Ahyar, juga turut mengembangkan asimilasi motif batik dengan beragam mode busana internasional. Ia baru saja mengeluarkan koleksi terbaru dengan motif Batik Belanda di Fashion Nation 2015. Batik Belanda hendak menunjukkan dongeng, cerita dan pengaruh Belanda melalui motif batik Indonesia.
Kedua contoh ini menunjukkan kemajuan seni batik dalam membangun jembatan antar budaya. Batik menjadi lebih dari sekadar komoditas milik orang Indonesia – ia telah mampu menjadi bagian yang tak terlepas dari beragam budaya luar.
Bangga ber-Batik
Sebagai warisan budaya Nasional yang baru diakui secara internasional 6 tahun silam, batik telah mampu mencapai posisi yang mantap secara global. Batik tidak hanya mampu unggul lewat perdagangan, seni kebanggaan bangsa ini juga mampu terintegrasi baik dengan budaya lainnya. Tentunya ini akan terus menjadi kewajiban kita semua untuk mengharumkan nama batik di dunia internasional. Sebagai orang Indonesia, apakah kita mau kalah dari orang asing dalam mencintai kebudayaan kita sendiri?
flase
berbagai sumber