Jadi, perayaan Hari Kartini favoritku terjadi sekitar sepuluh tahun lalu ketika aku masih berumur 12 tahun. Pada umurku yang belia itu, aku baru pindah ke Yogyakarta dari kampung halamanku di Papua. Yogyakarta memang berbeda sekali dengan Papua dari begitu banyak sisi – kebudayaannya, orang-orangnya, terutama keratonnya yang begitu megah.
Dahulu, kalau aku boleh jujur, aku tidak pernah tahu siapa itu Raden Ajeng Kartini. Aku hanya tahu dan belajar kalau Ibu Kartini seorang pahlawan dan tidak mengerti mengapa.
Ketika aku masih tinggal di Papua, selebrasi yang diadakan di sana untuk Hari Kartini hanya upacara bendera di sekolah. Tidak ada perlombaan atau perayaan-perayaan spesial di Papua untuk Ibu Kartini.

Lalu, ketika aku sekolah di Yogyakarta baru aku mengenali adanya Hari Kartini yang dirayakan dengan begitu mewah. Aku mulai dikenalkan dengan festival dimeriahkan begitu banyak lomba, karnaval berjalan, terutama kebaya. Sejujurnya sebelum aku pindah, aku hanya pernah melihat orang-orang memakai kebaya dan belum pernah memakainya untuk diriku sendiri sama sekali. Pada Hari Kartini tahun itu adalah kali pertama aku memakai kebaya! Itulah yang membuat Hari Kartini pertamaku di Yogyakarta paling mengesankan. Mbah-ku memujiku dan mengatakan kalau aku terlihat begitu lucu hingga ia memajang foto yang ia ambil saat itu di rumahnya.
Pada hari itu pula, aku mulai diajarkan mengapa kita memperingati Hari Kartini. Aku akhirnya mengerti bagaimana ia memilih menjalani kehidupannya demi memberikan pendidikan kepada para wanita. Aku mulai terinspirasi dengan ceritanya dan hingga kini merayakan Hari Kartini jauh lebih sekedar perayaan upacara belaka demi wanita paling spesial di Indonesia
Frederica Alfatika, mahasiswa Universitas Binawan yang magang di Sydney