Melbourne Intercultural Fine Art (MiFA) merupakan sebuah wadah bagi seni kontemporer Benua Kangguru ini. Kebanyakan karya yang ditampilkan bersumber dari seniman di seluruh Asia Pasifik. Dan selama tiga minggu sejak akhir Juli 2014, karya tiga seniman asal Indonesia; Lugas Syllabus, Iyok Prayogo dan Soni Irawan dipamerkan di Fort Delta Gallery untuk dinikmati seluruh warga Australia.
Eksibisi bertajuk ‘New Underground: Indonesian Contemporary Art’ memberikan sentuhan asing yang penuh cerita baru bagi warga setempat. Karya Iyok Prayogo, misalnya, mampu merangkum kehidupan sosial Tanah Air yang penuh dinamika. “Tema yang sering saya angkat berasal dari narasi personal, persoalan identitas sebagai orang Indonesia yang sangat terpengaruh dengan berbagai macam hal kebaruan dari luar, mulai dari musik, gaya hidup, budaya dan lain – lain. Latar belakang sebagai seorang Muslim juga menjadi sebuah negosiasi dalam proses berkarya saya,” ujar Iyok yang pula mengaku mendapatkan inspirasinya dari interaksi sehari-hari.
Iyok dilahirkan di Soroako, Sulawesi Selatan, 33 tahun silam dan mulai tertarik dengan seni musik punk rock ketika duduk di bangku SMP. Kala itu Iyok sudah bermigrasi ke Solo. Iyok lalu mendalami bakat seninya melalui sekolah seni di Yogyakarta dimana ia tinggal sekarang.
“Di daerah selatan Jogja yang mana adalah “art scene“, banyak galeri dan alternative space, hampir setiap minggu ada pembukaan pameran. Jadi lingkungannya sangat kompetitif dalam arti yang positif dan terbuka, hampir tidak ada hirarki antar seniman muda dan yang lebih senior. Jadi saya banyak bergaul dengan para senior yang dengan sangat terbuka memberi masukan dan mendukung saya dan kawan seniman yang lain,” jelas Iyok.
Dalam pemilihan karya seni, Direktur MiFA Bryan Collie terjun langsung ke Indonesia menemui para seniman. “Awalnya pada tahun 2011 Mr Bryan Collie mengundang saya untuk pameran kelompok ‘Closing the Gap’ di MiFa yang dikuratori oleh Santy Saptari. Setelah itu MiFa dan Bryan selalu mendukung perkembangan karya saya,” kata seniman lainnya, Soni Irawan.
Soni ialah pemenang Indonesian Art Award 2001. Ia juga berhasil masuk top 5 finalis di ajang ASEAN Art Award yang diselenggarakan Phillip Morris. Selain itu, karya seni personil band rock Seek Six Sick ini juga telah dipamerkan di Malaysia, Singapura, Inggris dan Perancis. Bersama band yang terbentuk sejak 1999, Soni telah menghasilkan 4 album studio dan 2 album live.
“Karya saya adalah parodi kehidupan sehari – hari di Indonesia. Negara yang padat penduduk dan penuh masalah,” ucap Soni. Selain kehidupan personal dan musik rock, street culture semisal pedagang asongan, pengamen dan gerobak makan keliling merupakan inspirasi bagi pria asal Yogyakarta ini.
Soni mulai ikut group exhibition sejak 1996, yakni ‘Multimedia Exhibition bersama artis Yogyakarta dan Belanda’. Setelah menikah dan memiliki anak, pria kelahiran Yogyakarta tahun 1975 tersebut mulai mengadakan solo exhibition. Projek perdananya diberi tema ‘Ode to Permata Unguku’ yang diambil dari nama sang anak dan dipamerkan di Semarang Gallery, Grand Indonesia, Jakarta pada 2010.
vr