Sahabat-sahabat BUSET, banyak dari kita mengetahui bahwa Indonesia dengan nilai-nilai dan dogma yang menjadi pedoman cara kita hidup. Maka dari itu topik-topik yang berkaitan mengenai hal-hal seksual bahkan seksualitas, merupakan hal yang tabu. Tetapi hal tersebut tidak dapat menutup mulut seorang Asoka Remadja.
Sosok yang memulai akun Instagram-nya sebagai platform untuk okupasinya yang dahulu adalah sebagai seorang traveller. Tetapi, setelah akunnya tersebut di-ban oleh Instagram ia memulai akun yang baru dan mulai merambat ke hal-hal yang berkecimpung di kehidupan sehari-hari. Asoka Remadja sendiri pun amat kebingungan dalam menjawab pertanyaan sesimpel ‘Siapakah Asoka Remadja?’
Semua dan segala hal pun dibahas oleh Asoka Remadja – dari traveller dia sekarang seorang mie instan connoisseur, kolektor tumbuh-tumbuhan, bahkan pengusaha kuliner pangsit. Tetapi dengan platform itu ia gunakan dalam berbicara dan mengedukasi banyak orang mengenai seksualitas dan seks terutama di program yang ia sebut sebagai Kelas Malam. Kali ini, BUSET Magazine sangatlah beruntung untuk mendapatkan kesempatan untuk duduk dan berbincang-bincang bersama Asoka Remadja. Simak perbincangannya yuk!
Kenapa seksualitas atau hal-hal yang berbau seks sejak lama merupakan topik yang sangat berat untuk dibacarakan di manapun? Menurut Asoka seberapa pentingnya keterbukaan hati akan seksualitas?
“Memang kalau tentang hal ini kita lebih berbicara mengenai persepsi dan pola pikir orang-orang. Kalau sudah jatuhnya bercakap-cakap dan membawa topik yang memakai kata seks, orang pasti langsung berpikir yang aneh-aneh. Ya yang tabu lah, yang kayak gitu-gitu deh pokoknya. Padahal sebenarnya tidak seperti itu. Lalu, kalau tentang keterbukaan gue tentang hal-hal seperti ini memang berawal pahit. Kalau lo tau beberapa waktu lalu gue bercerita bahwa gue adalah salah satu korban pelecehan seksual ketika gue masih kecil. Lalu setelah semakin dewasa gue mulai berpikir alasan di balik begitu banyaknya kasus-kasus lain pelecehan seksual lainnya. Jadi menurut gue itu semua terjadi karena mereka tidak mempunyai pengetahuan sama sekali mengenai hal-hal seksual seperti ini.
Sejak kecil kita seharusnya mendapatkan pengajaran mengenai bagian-bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun. Kita harus mengajarkan kepada anak-anak bahwa sembarang orang terkadang keluarga saja pun dilarang memegang area-area tersebut. Itu merupakan salah satu pengetahuan seksual yang mendasar jadi orang-orang terutama yang masih sangatlah muda terhindar dari trauma akan pelecehan. Tidak perlu ke satu dunia pun yang penting kepada orang-orang di sekitar gue saja dulu sudah cukup. Jadi jumblah korban berkurang deh!”
Orang-orang pada masa kini banyak yang berpikir bahwa anak-anak ‘zaman now‘ terlalu cepat untuk jatuh pada percintaan atau hal-hal yang dewasa. Menurut Asoka Remadja, apakah anak-anak muda pada zaman ini berhubungan cinta terlalu cepat?
“No no no no! Salah banget pemikiran seperti itu. Benar, memang kenapa kita bisa melihat begitu banyak orang untuk berpikiran seperti itu. Tetapi semua itu dikarenakan kekuatan teknologi. Karena teknologi semakin mahir, informasi semakin banyak dan semakin mudah untuk diperoleh.
Tapi dari semua pengguna teknologi pun ada banyak sekali orang-orang nakal. Contohnya teman-teman yang menyebarkan video-video tidak senonoh dari teman-temannya yang lain atau dari internet. Semua itu sebenarnya sudah dari zaman jebot sudah sering sekali terjadi. Banyak kok sejak zaman-zaman bapak dan ibu gue masih muda kejadian-kejadian married by accident. Istilah ini tidak muncul baru setelah era millennial.
Memang banyak orang masih berpikiran pendeh bahwa semua itu datang pada masa anak-anak zaman sekarang. Tetapi kita harus berpikir lebih panjang ke kejadian-kejadian yang lebih panjang di belakang. Namanya juga manusia, informasi dari film, dari artikel-artikel, atau dari bacaan mana pun dapat membuat mereka penasaran. Itulah mengapa anak-anak zaman sekarang itu tidak terlalu cepat, hanya saja karena sebegitu mudahnya bagi kita untuk mendapat informasi maka mereka lebih memiliki banyak pengetahuan. Informasi dan kejadian-kejadian seperti ini jauh lebih ter-exposed oleh teknologi pada zaman ini. Jadi kita tidak boleh berpikiran, ‘eh gila anak-anak sekarang ya ampun.’ Begitu menurut gue.”

Menurut Asoka, apa saja sih alasan terbaik dan terburuk untuk berhubungan intim dengan seseorang?
“Secara pribadi gue tidak mendukung hubungan seksual yang didasarkan oleh cinta. Hal-hal seperti, ‘Kalo lo gak mau seks dengan gue berarti lo ‘gak cinta sama gue.” No! Menurut gue hubungan seksual itu karena gue suka dengan orangnya dan gue juga lagi nafsu. Those would be the best reasons. Kalo alasan terburuk ya yang terlibat dengan rasa-rasa cinta seperti ini. Menggunakan cinta sebagai alasan untuk berhubungan – a big no no.”
Lalu, dalam kehidupan Asoka Remadja seberapa besar pengaruh yang Anda dapatkan dari keluarga, agama, pertemanan, bahkan diri sendiri dalam keterbukaan Anda akan seksualitas dan seks?
“Kalau keluarga tentunya tidak karena keluarga gue itu sangat tertutup. Gue berasal dari keluarga lima bersaudara dimana orangtua gue tidak pernah memberikan pendidikan seks kepada kami. Keempat kakak gue itu tertutup semua jadi semua informasi dan keterbukaan gue berasal dari eksplorasi sendiri dan media massa.
Gue banyak belajar dari internet dan mengedukasi diri. Contohnya seperti BDSM [beberapa tipe praktik seks]. Gue banyak melihat BDSM di internet lalu gue aplikasikan ke diri sendiri kalau gue suka atau tidak. Bukan lalu koar-koar, ‘yuk kita BDSM!’. Malah gue melakukan itu semua juga sebagai pemebalajaran bagi orang-orang yang bingung atau penasaran untuk gue bagikan di Kelas Malam. Dengan begitu gue mampu membahas hal-hal lebih mendalam dan mampu memberikan saran yang bukan omong doang.”
Menurut Asoka Remadja, apakah berhubungan seks untuk pertama kali penting dan indah seperti yang diidam-idamkan oleh semua orang? Bagaimana caranya kita menangani ekspektasi terutama akan hubungan seks untuk kali pertama?
“Kalau bercakap-cakap mengenai ekspektasi, janganlah tinggi-tinggi terutama untuk pengalaman pertama. Jangan lalu berpikir, ‘Ooooohhh gue akan merasakan malam pertama woowww!’. Malam pertama sebenarnya tidak terlalu penting terutama seperti yang kuketahui untuk perempuan, seks pada kali pertama itu sakit sekali. Menurut gue yang lebih penting itu komunikasi akan kenikmatan yang didapat dari seks pertama. Apakah enak? Kalau tidak ada kepuasan dari awal dan tidak dikomunikasikan itu malah yang bahaya. Terutama ketika bertemu dengan pasangan yang tidak berpengalaman. Se-tidakberpengalamannya orang pasti mereka pun punya standar kenikmatan. Tetapi semua orang bisa menjadi lebih baik, hanya perlu komunikasi. Bisa jadi nanti pasangan lo malah cari kepuasan tempat lain. Jadi untuk teman-teman yang nanti membaca artikel ini, janganlah banyak berekspektasi akan kali pertama.”
Bagaimanakah Asoka Remadja dapat menemukan kenyamanan dalam seksualitas Anda? Terutama seperti yang kita ketahui pengetahuan Anda mengenai semua ini berawal dari sebuah tragedi.
“Gue selalu melihat sisi positif dari semua hal yang gue dapatkan dalam kehidupan. Jadi gue sendiri pada akhirnya juga tidak banyak menyangkal apa yang sudah terjadi waktu itu. Gue juga tidak menyalahkan keadaan dan merasa bahwa inilah saatnya untuk menyebar kesadaran dan pengetahuan kepada banyak orang. Kalau mengenai seksualitas memang jauh lebih spesifik. Kalau yang hanya haha hihi berhubungan lo cantik lo ganteng dan gue lagi horny, beda cerita. Gue-lah yang memutuskan kalau nyaman atau tidak untuk berhubungan dengan mereka. Kalau dari awal tidak nyaman ya pasti gue juga tidak mau berhubungan apa pun.
Gue harus melihat orangnya seperti apa dan cara dia berpenampilan tentunya juga. Gue sangat tidak setuju dengan omongan orang yang mengatakan hal-hal seperti, ‘kalau sayang pasti lo akan menerima dia apa adanya’. Gue itu sangat memikirkan tentang kebersihan pasangan gue. Bagaimana gue bisa sayang kalo lo sendiri tidak menjaga diri sampai-sampai gigi lo bolong-bolong atau bulu hidung lo keluar-keluar. Gue pasti langsung turn off lah!”
Pada dunia sekarang pula ada yang disebut dengan gender fluidity. Jadi tidak hanya seksualitas tetapi seseorang memiliki hak untuk menentukan apakah gender mereka. Apakah seorang Asoka Remadja nyaman dan menikmati diri sebagai gender laki-laki?
“Oh sangat! Gue sangat nyaman dan mendapatkan kemampuan untuk melakukan apa pun yang gue suka. Tetapi jujur gue sendiri tidak suka yang namanya labelling, karena nafsu ya nafsu dan suka ya suka saja – tidak perlu ada istilah kok! Begini, secara personal kalau gue mendengar ada orang yang memanggil orang-orang lain seperti, ‘Eh lo lesbi ya?’ atau ‘Eh banci’. Itu sangat membuat gue tersinggung pada level yang sama seperti ketika gue mendengar hal-hal seperti ‘Eh lo Batak ya? Cina? Indo?’. Gue amat sangat sensitif dengan hal-hal seperti labelling dan menurut gue sudah cukup lo tau saja.”
Apakah saran-saran yang Asoka ingin berikan kepada semua orang yang tengah menemukan seksualitas dan petualangan seksual mereka sendiri?
“Saran gue, pelan-pelan saja tidak harus terburu-buru. Cari tahu terlbih dahulu apa yang lo sukai secara personal. Contohnya ada teman gue kalau liat porno dia bilang ke gue kalau dia suka banget ngeliat perempuannya seksi banget. Lalu dia berkesimpulan bahwa sepertinya dia lesbi tapi ketika dia coba sendiri, dia malah tidak suka.
Ternyata dia sekedar kagum saja dan bukan tertarik secara seksual. Tidak usah tergesa-gesa dalam menetapkan diri kalau lo biseksual atau homo dan lain-lain. Pelan-pelan saja, enjoy the process. Lalu, jangan suka ikut-ikutan karena itulah yang terkadang bahaya. Ini sama halnya dengan hal-hal lain seperti rokok dan narkoba menurut gue.
Keluarga itu fondasi? Yes. Tapi seberapa banyaknya keluarga lo bilang a b c d e f, karena lingkungan terdekat lo itu faktor yang besar juga dalam gaya hidup lo akhirnya lo bukannya bisa tertular tapi bisa terpengaruhi. Lo dirujuk teman-teman untuk merokok dan lo menolak tapi lama-kelamaan siapa tahu lalu lo berpikir, ‘Boleh deh coba-coba’. Bukannya salah untuk mau mencoba hal baru tetapi harus tau konsekuensi di balik semua itu.”
Banyak sekali orang yang masih takut untuk diterima oleh keluarga mereka mengenai diri mereka dan seksualitas mereka. Mereka menjadi takut untuk membuka diri dan akhirnya nanti akan ditolak oleh keluarga sendiri. Apa saran Asoka untuk mereka?
“Saran gue, kenalin terlebih dahulu siapa keluarga lo. Memang bukan sebuah kepastian bahwa akan ada secara langsung penolakan dari keluarga lo setelah membuka diri. Jadi menurut gue kenalin mereka, apakah mereka akan menerima atau tidak. Tapi kalau pada akhirnya mereka tidak akan bisa menerima menurut gue tahan saja dulu. Take your time. Teruslah kerja keras sampai bisa independent terutama secara finansial.
Kalau kita tidak bisa apa-apa lalu kita membuka diri dan akhirnya diusir, malah bahaya. Gue bukan mengajarkan untuk tidak menunjukkan jati diri tetapi hidup ‘kan pilihan jadi ada pro dan ada kontra-nya. Jadi kalo kontra-nya tidak worth it ya nanti susah. Jangan lalu hanya karena sudah tidak tahan lagi. Karena kita tidak bisa memaksa keluarga kita untuk menerima kita kalau nanti mereka tidak bisa, nanti malah makin tertekan dan tersiksa. Bagaimana caranya untuk mengatasi semua itu? Sabar-sabar cari jalan, cari duit, dan jadilah independent.”
Apa sih yang memotivasi Asoka yang tadinya travelling berubah menjadi kehidupan keseharian seperti ini?
“Seiring berjalannya waktu dan menurut gue bukan hanya karena akun gue di ban tetapi memberikan edukasi kepada orang-orang-lah yang gue ingin lakukan. Masih sangat jarang bagi orang-orang untuk mengerti tentang seks dikarenakan pemikiran yang masih jelek-jelek mengenai seks. Menurut gue orang-orang seperti itu malah munafik. Kecuali kalau mereka biksu, pendeta, atau ulama – ulama dan pendeta saja juga banyak yang tidak benar. Lalu dari sisi audiens juga banyak demand. Di media sosial gue itu sangat terbuka hingga kalau ditanya apa pun akan gue jawab.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan ke gue yang menurut gue harusnya mereka sudah tau. Contohnya gue mendapat pertanyaan dari seseorang kali waktu, ‘Bang kalo gue tidak sengaja menelan sperma bisa hamil nggak?’ Itu ‘kan pertanyaan yang sangat retorikal. Kalau ditelan ‘kan berarti masuk saluran makan bukan saluran reproduksi. Hal-hal seperti inilah yang membuat gue untuk membuat program rutin Kelas Malam. Jadi menurut gue kita perlu lebih banyak orang-orang seperti gue, Jenny Yusuf, atau Womaniser untuk terbuka akan seksualitas dan seks. Terutama sosok laki-laki karena jarang sekali ada yang sevokal gue.”

Saran apa sajakah yang Asoka ingin bagikan kepada orang-orang yang tertutup akan seks agar lebih terbuka? Terutama dalam mengedukasi akan consensual sex sehingga tidak panik ketika dihadapkan dengan hubungan seks paksa.
“Tidak perlu dilakukan kok! Tetapi harus punya fondasi, pengetahuan tentang seks. Gue selalu bilang ke orang-orang bahwa tiga pilar terpenting saat berhubungan aalah komunikasi, finansial, dan seks. Ayok, yang masih tertutup jangalah jadi orang yang kaku. Tidak perlu dilakukan kok, diresap saja informasinya karena akan berdampak positif di kemudian hari. Lalu saran kedua adalah, be yourself. Jangan lakukan hal-hal yang berdasarkan keinginan orang-orang lain. Kalau lo tidak mau melakukannya ya jangan karena nanti akan menyiksa diri lo sendiri.”
Menurut Asoka Remadja, cinta itu apa sih?
“Cinta menurut gue itu tidak abadi. Seperti hukum ekonomi dasar, kalau mengonsumsi sesuatu terus menerus nanti akan mencapai titik kebosanan. Menurut gue itu juga berlaku untuk rasa cinta, grafiknya akan menurun. Memang beberapa ada yang terus setia dengan rasa cinta mereka karena rasa sayang mereka semakin pol banget, tetapi kebanyakan dari orang-orang tetap setia dengan seseorang karena tingkat komprominya sangatlah tinggi. Daripada tinggal sendiri, menurut gue adalah alasan terutama.
Tapi kalau mengenai cinta pada diri sendiri menurut gue lah yang sangat penting. Bukan sekedar menjaga eksterior diri sendiri tetapi juga mengenai interior kita seperti pikiran dan menjadikan diri sebagai orang yang zen. Jangan lalu orang yang denial dan tidak bisa melakukan apa-apa. Kita harus tau potensi yang kita miliki dan memaksimalkannya, terlebih karena banyak sekali orang-orang yang tidak mau melihat kita bahagia.
Kita tidak bisa membuat semua orang bangga atau puas akan apa yang kita lakukan, maka dari itu dengan semua kritik yang dilemparkan, kita harus memiliki self-love yang kuat untuk menepis semua keraguan dalam diri kita agar tidak insecure. Mengetahui apa yang bisa lo lakukan, kelebihan juga kekurangan lo dapat menyeimbangkan pikiran lo untuk tidak pada akhirnya mengalami mental breakdown.”
Apa saja harapan Asoka Remadja akan Indonesia untuk ke depannya terutama dalam menghadang pandemi COVID-19 yang marak ini?
“Sekarang karena pandemi, banyak sekali bisnis yang tengah mengalami kesulitan, tidak hanya kalian tetapi kita semua merasakan kesusahan yang sama kok. Jangan salahkan situasi karena musibah pandemi bukanlah sesuatu yang bisa kita kontrol. Kalau pun memang seperti banyak kritik yang mengatakan hanyalah sebuah konspirasi, tapi sudah terjadi. Jadi yang bisa kita lakukan hanyalah beradaptasi.
Belajarlah untuk melihat peluang. Jangan karena pandemi tidak bisa ada penghasilan lalu menyalahkan satu sama lain. Jadi semakin kesal nantinya dan akan menjadi buta akan sisi positif dari semua ini. Cobalah untuk mundur beberapa langkah dan melihat lagi potensi-potensi apa saja yang bisa kita lakukan. Kita harus pintar dalam beradaptasi!
Tahun 2020 membawa pandemi tetapi kita tidak tahu kalu di kemudian hari akan ada lagi yang lebih menyeramkan. Kita harus bisa berjuang! Satu hal lagi, kita harus bisa dan mau menjelajahi hal-hal baru dalam hidup kita. Daripada pada akhirnya nanti menyesal cobalah untuk membuka diri akan pengetahuan-pengetahuan baru. Jangan membatasi diri.”