Arnesia Ranggi, atau yang lebih akrab disapa Essa, ialah seorang perempuan berdarah Indonesia yang tengah menuntut ilmu di tanah Kangguru ini. Essa dilahirkan pada 18 November 1997 dari pasangan Albertus Wahyu dan Melani Saranggi dan tumbuh besar di kota Bandung, Jawa Barat.

Meski berstatus sebagai mahasiswi The University of Melbourne jurusan Commerce-Management Marketing, Essa tak pernah meninggalkan hobi yang telah ia geluti sejak di usia 6 tahun. Ya, menari merupakan bagian besar dalam hidup Essa. Wanita berambut panjang ini pun termasuk seorang penari yang berprestasi, beberapa gelar yang telah dimilikinya antara lain lulusan terbaik Walt Malt Dance Entertainment, Miss Nasionalist dari Miss Dance prix Indonesia 2015, serta tampil sebagai juara 3 dalam Asia Pacific Dance Competition 2014 di Singapura.

Meski berada di tanah rantauan, Essa mampu mencari wadah untuk menyalurkan kegiatan positifnya tersebut. Ia menjadi koreografer untuk acara Temu Lawak garapan PPIA Victoria dan klub tari Melbourne University Flare Dance Ensemble. Bahkan Essa juga telah dinyatakan sebagai penari dan pengajar tari internasional yang sah oleh Commonwealth Society of Teachers of Dancing (CSTD) dalam bidang tari balet dan tari kontemporer.

Begitu besar peran tari dalam hidupnya, Essa bertekad untuk meniti karir dalam bidang tersebut. Setelah lulus dengan gelar bisnisnya nanti, Essa berambisi untuk melanjutkan pendidikan dalam bidang Arts Management dan nantinya ingin membangun sebuah Art House. “Mimpiku adalah aku ingin balik ke Indonesia, ingin membuat Art House untuk memfasilitasi anak-anak di Indonesia yang memang benar-benar ingin berkarya dalam bidang seni,” ujar Essa. Ia pun berniat ingin menghilangkan stigma yang sering hinggap di pemikiran para orang tua; ‘kalau anak saya menggeluti bidang seni, mau dapat uang dari mana? Seni itu tidak bisa menghasilkan apa-apa’.

“Aku mau membuktikan ke diri aku sendiri, ke orang-orang yang meremehkan diriku, kalau seni itu bisa jadi somethingI was born for a purpose, dan aku sudah melakukan ini dari umur 6 tahun, kenapa ngga aku give back something yang Tuhan sudah kasih ke aku?”

 

Kembali ke Akarnya

Inilah salah satu cara Arnesia Ranggi berkarya bagi Indonesia. Cuplikan hobi, bakat, serta kegigihannya sekarang dapat ditonton melewati film tarian kontemporer singkat yang baru ia rampungkan bersama Duta Pemuda Kreatif Jawa Barat.

Film singkat berjudul ‘Home’ tersebut merupakan ide seorang Duta Pemuda Kreatif Jawa Barat Hadi Sadikin dalam misi untuk mengembangkan berbagai jenis seni di Jawa Barat. Ini kali, tarian kontemporer Essa dan kawan-kawan di One Dance Academy-lah yang diangkat. Tarian yang dikoreografi Essa untuk ‘Home’ dinilai Hadi mampu menginspirasi pemuda-pemudi Bandung yang pergi dari Bandung agar mereka tidak menjadi ‘kacang yang lupa kulitnya’.

“Buat teman-teman sepenanggungan, maksudnya seperti overseas students, mau sejauh apapun kalian pergi ada satu titik yang kalian nggak boleh lupa. Where did you start? Meski garis final kalian ada di Melbourne, tapi kalian mulai dari suatu tempat loh. Jangan lupa itu. Banyak orang yang mendukung kalian dan mau melihat kalian sukses. Tapi jangan pernah sukses untuk diri kalian sendiri. Kalian harus give back,” pesan Essa bijak.

Tak bisa dipandang sebelah mata, dalam pembuatan film singkat tersebut, Essa terlibat dalam seluruh prosesnya. Mulai dari pembuatan proposal, penulisan story board serta monolog, pengumpulan tim, pencarian lokasi syuting, mengadaptasi koreografi panggung ke koreografi video, budgeting, hingga editting, semuanya dijalani Essa dengan sabar dan semangat.

‘Home’ terinspirasi dari pengalamannya sendiri selama menuntut edukasi di Australia. Essa pun menggubah sebuah tarian mengenai suatu perasaan yang dirasakan banyak orang saat harus hijrah dari kampung halamannya, home sick. “Jadi sebenarnya, pertama kali aku dapat inspirasi tentang bikin piece ini tuh karena waktu itu lagi home sick, lagi ingin banget pulang,” tutur Essa.

Film singkat tersebut menceritakan seorang perempuan yang diperankan oleh Essa sendiri yang harus keluar dari zona nyaman atau home-nya untuk mengejar impian. Dalam film ini, ada tiga bagian yang diawali dengan cerita kehangatan sebuah keluarga atau rumah, berlanjut dengan kepergian sang tokoh utama, kemudian diakhiri dengan kepulangan.

“Setelah dia kembali, dia akhirnya sadar kalau mereka itu sebenarnya selalu ada di sana buat dirinya, mereka nggak pernah kemana-mana… sadar bahwa home itu where your heart is set in stone, where you go when you’re alone and it’s where you go to rest your bone. It’s like every single thing in your life itu, semuanya rest in home,” jelas Essa.

“Jangan pernah meremehkan hal sekecil apapun di hidup kita. Kita lahir karena suatu alasan, mau sadar atau nggak, mau kamu pikir kamu low achiever atau high achiever, kamu punya purpose. And it’s something that you have to remind yourself every single day about it.

Aku selalu bilang ini ke orang-orang yang lagi nanya sama atau saat aku ngajar di satu kelas, 3 hal: respect, commitment and passion. Have it in every single day of your life and hopefully everything that you want to be, you’ll be that person.”

 

***

Prestasi Arnesia Ranggi

Pendidikan formal:

  • Meraih nilai ATAR (Australian Tertiary Admission Rank) ke-2 tertinggi (96.00) dari Business Stream di Tuart
  • Meraih nilai ke-2 tertinggi (91.00) untuk accounting di Tuart College, Western Australia
  • Peraih beasiswa untuk program Foundation dari Uni-Bridge College Foundation
  • Best Graduate dalam bidang Arts dari St. Angela Secondary High

Non-formal:

  • Best Graduate dari Walt Malt Dance Entertainment dengan major Contemporary Dance
  • First ranked choreographer dari Intensive Dance Winter School of Victorian College of the Arts
  • Top 5 Grup Kontemporer (internasional) dalam Dance Prix Indonesia
  • Juara 3 dari Asia Pacific Dance Competition 2014 oleh Commonwealth Society of Teachers of Dancing (CSTD)

 

***

 

‘Home’ bisa ditonton di sini: http://bit.ly/2nrK4Ya

 

 

Jlie