Membaca buku autobiografi tidak hanya membuat kita mengenal lebih dekat tentang tokoh tersebut. Kita akan dibawa masuk ke dalam sebuah mesin waktu. Mesin waktu tersebut akan menceritakan tentang era kehidupan yang terjadi disekitarnya.
Nama Syahisti Abdurrachman pasti sudah tidak asing lagi bagi komunitas warga Indonesia di Melbourne. Kendati demikian, bagi yang mengenal sosok beliau, berikanlah saya kesempatan untuk memperkenalkan kepada Anda lewat buku autobiografinya yang berjudul Spice of Life: A Memoir.
Syahisti atau “Noek” pertama kali menginjakkan kakinya di Negeri Kangguru pada bulan Juli 1956 untuk menjadi staf tetap di Radio Australia siaran Bahasa Indonesia.
Semoga Anda sedang berada pada posisi membaca yang nyaman karena “Noek” akan membawa Anda kembali ke masa penjajahan, merefleksikan pentingnya hubungan antara Indonesia dan Australia dan semangatnya untuk mengilhami perbedaan yang ada di sekitar kita.
Terlahir dari pasangan Abdullah dan Soerjatini Tjokrokoesoemo, Syahisti merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara. Sang Ayah yang bekerja sebagai juru tulis membuat keluarga harus berpindah tempat tinggal mulai dari Nganjuk, Kediri, Surabaya hingga Bangkalan yang terletak di Pulau Madura.
Kehidupannya selama ia tumbuh dari seorang gadis kecil hingga remaja sangatlah berwarna. Ia menjadi saksi hidup terhadap kekejaman penjajahan Belanda dan Jepang yang menyerang Kota Surabaya. Saat sang Ayah bekerja, Syahisti beserta saudara-saudaranya sering singgah di rumah kakek dan neneknya dan menghabiskan banyak waktunya dengan membaca cerita klasik budaya Jawa.
Buku yang terbagi menjadi tiga bagian ini memberikan kita gambaran tentang kehidupan Syahisti saat ia kecil yang dideskripsikan secara jenaka dengan nada nostalgia yang tersitar jelas pada Bagian Pertama. Lalu, pada Bagian Kedua, Noek memfokuskan ceritanya pada kehidupan dirinya sebagai wanita muda dari Indonesia yang berusaha bertahan di Australia sambil menyeimbangkan kehidupan sosial, cinta serta balada perjalanan kisah hidupnya bersama almarhum suami, Doedoet Abdurrachman dan pada Bagian Ketiga kita akan dipersembahkan dengan kisah dirinya dengan orang-orang yang telah memberikan kontribusi yang bermakna di kehidupan sehari-harinya.
Udara dingin yang tentunya berbeda layaknya di Indonesia serta jumlah warga Indonesia yang saat itu masih bisa dihitung dengan jari, tidak membuatnya patah semangat untuk terus gentar menjalankan tugasnya dengan baik sebagai penyiar radio Bahasa Indonesia di Radio Australia. Keahliannya dalam menjahit baju membuat ia memproduksi baju bagi dirinya dan ketiga anak perempuannya, Ria, Yanti dan Wati karena pada saat itu sulit sekali mendapatkan baju yang pas untuk ukuran tubuh Asia.
Keindahan dari buku ini terlihat dari torehan kisah Syahisti tentang kecintaan dirinya terhadap budaya Indonesia. Walaupun sudah lama meninggalkan negeri Ibu Pertiwi ia tetap ingin membagi kecintaannya terhadap orang-orang di sekitarnya, khusunya dengan warga Australia. Pernikahan tradisional adat Jawa yang dilakukan oleh pasangan “Noek” dan “Ab” (Almarhum Doedoet Abdurrachman) di Melbourne menjadi bukti nyata bagi dirinya untuk membagi kecintaan budanya tersebut. Lewat bantuan dari kedutaan Indonesia di Canberra, pernikahan tersebut mendapat sorotan dari media di Australia dan menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan budaya Indonesia kepada warga Australia.
Bukanlah Syahisti apabila ia hanya fokus pada satu bidang. Dengan latar belakang ilmu sastra Bahasa Inggris, ia sempat bekerja di Indonesia selama lima tahun sebagai guru Bahasa Inggris. Lalu, ia pun pernah berkarir sebagai tenaga pengajar di University of Melbourne untuk studi pembelajaran bahasa dan budaya Indonesia.
Dengan latar belakang serta pengalaman hidupnya yang beragam, kisah Syahisti di dalam Spice of Life: A Memoir membuat kita untuk mengapresiasi jati diri kita sebagai Warga Negara Indonesia. Dimanapun kita berada, kita tetap mempunyai peranan penting untuk bisa berkontribusi terhadap bangsa.
Masa kejayaan radio sebagai media mainstream mungkin sudah redup, akan tetapi semangat untuk menyebarluaskan tentang keindahan Indonesia menjadi salah satu aspek penting yang bisa diambil serta menjadi hikmah dari buku ini.
ham
*Syahisti Abdurrachman tetap aktif mempromosikan budaya Indonesia dengan menjadi ketua program radio Bahasa Indonesia di 3zzz Ethnic Community Radio 92.3 FM yang disiarkan setiap hari Jumat pukul 8 hingga 9 Malam Waktu Australia Bagian Timur.