Lockdown memang mengubah sebagian besar rutinitas mahasiswa Indonesia di Melbourne, namun lockdowntidak berarti memupuskan kreatifitas mereka untuk tetap berkarya. Yuk, simak kisah hebat mahasiswa – mahasiswa Indonesia di Melbourne selama lockdown!

Dari hobi jadi berdonasi: Open pre-order nasi kuning saat lockdown 

Mitchelle Budiman (Kiri) & Marcell Putra (Kanan)

Mitchelle dan Marcell merupakan teman dekat yang sama-sama mempunyai hobi dalam memasak. Saat itu, University of Melbourne tempat mereka bersekolah kebetulan sedang melaksanakan easter break nya, dan di saat yang bersamaan mereka harus tetap tinggal di apartment masing-masing dalam rangka menaati peraturan lockdown dari pemerintah Australia. Untuk mengisi waktu luang ini, akhirnya mereka memutuskan untuk membuka pre-order nasi kuning, “This is just the right moment and time, karena kebetulan kita juga lagi ada waktunya,” ucap Mitch.

Pertanyaannya, mengapa nasi kuning? Tentunya selain mencari menu makanan yang sudah pernah mereka buat dan terbukti kelezatannya, Mitch dan Marcell juga menjelaskan bahwa mereka ingin mengobati rindu pembeli terhadap Tanah Air. “Orang-orang lagi di lockdown begini kan nggak tau kapan bisa pulang ke Indonesia, jadi if they miss home, we can offer a little taste of home,” kata Mitch. 

Dimodali hanya dengan hobi dan waktu luang, Mitch & Marcell tidak menyangka bahwa ternyata minat pembeli cukup tinggi. Awalnya, mereka tidak mempunyai ekspektasi besar terhadap para pembeli karena di kondisi lockdown dan pandemi Covid-19 seperti ini, orang-orang pasti lebih memilih untuk masak sendiri di rumah dan mungkin lebih berhati-hati dalam memesan makanan dari luar. Antusiasme dari para pembeli membuat Mitch dan Marcell berpikir untuk memperpanjang waktu pre-order, dari yang tadinya satu minggu menjadi dua minggu. “Mumpung ada momentumnya, dan kita lagi bantu for a good cause, jadi kita bisa increase our target donation,” jelas Mitch.

Menariknya, sebagian keuntungan yang diperoleh dari penjualan nasi kuning ini mereka donasikan kepada salah satu organisasi sosial di Indonesia yang tengah membagikan Alat Pelingdung Diri (APD) dan masker kepada tim medis yang sedang berjuang di Indonesia. “Kita memang nggak bisa play such a big part, but that is the least that we can do,” ujar Marcell saat ditanya alasan mereka berdonasi. 

Dari obrolan santai menjadi suatu karya: Video karya mahasiswa Indonesia di Melbourne

“Di saat lagi pandemi kayak gini, banyak orang yang masih menggampangkan masalah ini, mengira bahwa masalah ini adalah masalah kecil. Kita mungkin bukan siapa-siapa, tapi kalau kita bisa melakukan satu hal untuk banyak orang, mungkin kita bisa membantu,” begitu terang Divyo saat ditanya darimana datangnya keinginan untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat tentang seriusnya pandemi Covid-19 ini.

Brian, atau yang akrab dipanggil BJ ini menjelaskan bahwa tidak lama setelah itu, Divyo mengajaknya dan teman-teman yang lain untuk membuat video yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Covid-19. Setelah berdiskusi tentang konsep video, mereka sepakat bahwa selain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, video ini juga bertujuan untuk mejelaskan kondisi terkini di Melbourne, kabar mahasiswa Indonesia yang terkena dampak lockdown, juga tidak lupa memberi apresiasi kepada orang-orang yang telah bekerja di garda terdepan dalam menangani pandemi. Di akhir video, mereka juga memberi semangat agar orang-orang bisa tetap tinggal di rumah untuk membantu mengurangi penyebaran virus Covid-19.

Saat ditanya bagaimana reaksi orang lain terhadap video karya mereka, Divyo dan BJ mengaku bahwa ada pro dan kontranya. Tetapi, mereka tetap merasa optimis karena apresiasi dan dukungan orang-orang jauh di atas ekspektasi mereka, dan pesan dari video itu tersampaikan. “Yang penting aim nya kita untuk raise awareness, kita gak mikir terlalu banyak soal reaksi negatifnya. Kita melihatnya ini untuk positifnya saja lah, apalagi di kondisi ini kita lagi butuh banget all the positivity, karena semua lagi pesimis banget,”  tegas BJ. 

Dari yang kekurangan waktu menjadi banyak waktu: Practice self-care di tengah pandemi Covid-19

Beda ceritanya dengan gadis cantik yang satu ini, yang sebelum lockdown banyak menghabiskan waktu di luar rumah. “To be honest ya dari lockdown itu daily life kita berubah banget 360 derajat. Dari aku yang ke rumah itu cuman buat mandi, makan, terus harus pergi lagi, jadi nggak ada itu lagi sekarang,” ungkap Namira saat mengekspresikan perubahan signifikan yang terjadi dalam rutinitasnya.

Namira Raisa Fachri

Selama Bulan Ramadan, Namira mengaku bahwa tidak terasa seperti Ramadan biasanya. Yang sebelumnya selalu berkumpul bersama teman-teman dan melakukan buka puasa bersama, sekarang hal-hal itu tidak dapat dirasakan lagi. Menurutnya, Ramadan kali ini benar-benar hanya untuk dirinya dan Sang Pencipta, dimana ia mengaku bisa lebih meningkatkan spiritualitasnya di bulan yang suci ini walaupun harus kehilangan sensasi kebersamaan dengan komunitas Muslim yang lain.

Selain rutinitas dan kebiasaan di bulan Ramadan yang berubah secara signifikan, Namira bercerita bahwa sekarang ia lebih punya banyak waktu untuk dirinya sendiri. “Aku sebelum karantina ga pernah yang namanya yoga. My kind of self-care, abis salat tarawih, aku meditasi sendiri,” cerita Namira saat ditanya jenis kegiatan self-care apa yang tengah ia lakukan selama lockdown ini. Selain bermeditasi, Namira juga melakukan balet di apartmentnya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya ketika memiliki jadwal kuliah dan kerja yang padat.

Saat wartawan BUSET bertanya kepada Namira apa kontribusi yang ia lakukan di tengah pandemi ini melihat banyak orang yang sudah tergerak untuk membantu, Namira menjelaskan bahwa ia banyak menaruh konten masak di Instagram untuk menghibur dan mengedukasi teman-temannya. Gadis yang hobi masak dan baking ini mengaku sangat senang jika mendapat pertanyaan-pertanyaan seputar bakingdari teman-temannya. “Let them (the doctors, nurses, influencers) do their part, let me do my part,” tegas Namira di akhir wawancara. 

Tity